Bahagia itu sederhana, sederhananya aku
masih dapat melihat senyum ayah dan ibunda,
Bahagia itu sederhana, dapat berkumpul
dengan keluarga yang masih utuh dan lengkap, dan
Bahagia itu sederhana, aku dapat
memberikan hadiah untuk orangtua ku dengan hasil jerih payah keringatku
sendiri.
Iyaa, sesederhana itu aku dapat
mengungkapkannya. Karena aku pun terlahir dari keluarga yang sangat sederhana,
aku miskin!! Aku terlahir tidak memiliki apapun, pakaian pun aku tak punya
kalau tidak diberikan oleh ibu dan ayahku. Dan sampai detik ini aku masih
menumpang hidup dengan ayah dan ibu, aku belum bisa memberikan sesuatu yang bisa
membuat mereka tersenyum lebar.
Aku? Siapa aku? Sangat tidak pantas jika
aku memamerkan harta yang dimiliki orangtua ku, sangat tidak pantas
berfoya-foya dengan uang yang ibu dan ayah berikan, dan aku sangat malu kepada
diriku sendiri. Karena sampai detik ini aku masih tetap meminta pada orangtua.
Aku bangga terhadap mereka, semangat
juang yang tinggi untuk tetap mempertahankan anak-anaknya bersekolah. Karena
mereka adalah semangat juang ku, karna mereka adalah orang pertama yang selalu
membantu dan menyemangatiku, mereka orang pertama yang selalu memompa
semangatku saat aku terjatuh dan hampir sempat putus asa tuk sekian kalinya.
Hanya mereka yang slalu membimbingku memberikan nasihat-nasihat yang super itu,
dan hanya mereka yang membanggakan aku saat aku dihina oleh orang-orang yang
mengecilkan semangatku.
Siapa lagi kalau bukan IBU dan AYAH,
mereka adalah sosok super hebat dalam hidupku, mereka dapat mengalahkan seorang
‘Mario Teguh’ karna quote supernya. Mereka idolaku, idola sepanjang hidupku.
Aku terlahir sebagai anak pertama dan
memiliki 4 adik yang usia nya tak jauh dari kelahiranku, sejak SD orangtua
telah mengajariku berjuang untuk memiliki sesuatu yang aku inginkan, darinya
aku belajar kepahitan hidup, aku belajar bersusah payah untuk memiliki apapun
yang aku inginkan dan darinya aku belajar untuk mensyukuri apapun hasilnya karena
itu hasil dari jerih payahku.
Saat aku masih duduk di bangku Sekolah
Dasar (SD), aku mulai diajari untuk mengumpulkan uang yang saat itu Rp. 50,-
masih berlaku, kelas 1 SD uang jajan
hanya Rp. 200,- perhari. Mungkin untuk zaman sekarang ini uang segitu tidak
terlalu berarti, saat saya berada di Sekolah Dasar (SD) sekitar tahun 1999 uang
itu terlihat besar, mengapa besar? Karna saat itu gorengan pun masih dapat
dibeli dengan uang yang tidak terlalu berati pada saat ini, mengumpulkan koin
demi koin yang aku sendiri pun tak tahu untuk apa nantinya kalau sudah
tekumpul. Dari situ lah aku mulai belajar mandiri, dari situ lah aku dapat
membeli apapun yang aku inginkan dan aku butuhkan, dari situlah aku belajar
untuk memanfaatkan uang sebaik mungkin dan dari situlah dari nasehat ibu aku
bisa sampai sekarang.
Terimakasih tak cukup aku katakan begitu
saja, terimakasih tak cukup kalau tidak ada tindakan yang nyata untuk
membahagiakannya.
Aku termasuk orang yang sangat egois,
egois untuk kebahagiaanku dan egois untuk keberhasilanku, karena ini semua ku persembahkan
untuk mereka yang slalu memotivasiku. Keringat, doa, bahkan hal kecil yang
tidak berarti apapun bagi kalian tapi sangat berati untuk aku serta adik-adik
ku, tak peduli orang lain berkata tentang diriku saat aku ingin membuka suatu
usaha dan dikecilkan oleh orang lain, saat hinaan dan kata-kata yang melemahkan
niatku untuk membahagiakan kalian.
Aku terlalu perasa, bahkan melihat orang
lain terjatuh aku tak tega.
Aku memang tidak pernah peduli atas apa yang
oranglain katakan tentang diriku, dan
Aku bahagia memiliki kalian. Sungguh tak ada kata yang tepat
aku ucapkan untuk dapat memberikan keterangan berapa, bagaimana, dan seperti
apa rasa sayang ku dan bangga ku memiliki kalian.
Saat aku merasa, aku tak berarti di
dunia kuliahku karena jurusan tersebut bukan minat ku. Tapi, aku harus tetap berusaha
memberikan yang terbaik untuk orangtua walau hanya sekedar IPK yang tak berarti,
saat IPK ku turun 0,10 semester 4 kemarin kalian tak menghukum dan memarahiku
tapi apa yang aku dapat? Aku mendapat kata-kata super dari kalian. “nggapapa,
jangan jadikan nilai itu prioritas, tapi kualitas tindakan yang seharusnya di
nomor satukan. Nilai itu tak berarti apapun kalau tidak diimbangi dengan
kemampuan”.
Saat aku mendapat tawaran dari pihak
kampus untuk menjadi Asisten Dosen, aku menolaknya karena aku rasa aku tidak
terlalu berbakat menyampaikan ilmu ku pada orang banyak dengan perbuatan, dan orangtua
menerima apapun itu keputusanku.
Aku mulai mengikuti berbagai seminar
kewirausahaan dan aku mulai sedikit demi sedikit mencintai dunia tersebut,
coba-coba jadi reseller, itung-itung mengumpulkan modal untuk membuka usaha ku
sendiri, 6 bulan aku berjualan makanan dikampus dan dirumah, aku rasa aku mulai
bosan.
Kesempatan lain menghampiri, aku
mendapat tawaran untuk menjual buku-buku, tentu peluang itu aku ambil dengan
keuntungan yang lumayan besar ketimbang aku berjualan makanan. Semakin semangat
untuk membuka usaha dengan jerih payahku.
Suatu saat nanti aku berharap dapat
mendengar kata-kata ini dari orangtuaku :
“Ini loh Dina anak pertama saya
PENGUSAHA SUKSES, yang banyak karyawannya”
Aaahhh indahnya kata-kata tersebut
terdengar.
Memang saat ini aku belum menjadi
pengusaha, tapi setidaknya aku bisa sedikit membanggakan kedua orantuaku dengan
sebuah karya yang dimataku masih belum ada apa-apanya. Tapi kalian selalu
membantu dan menyemangatiku, mungkin untuk saat ini aku ingin fokus menjadi
penulis dan pendakwah dahulu, aku ingin sedikit demi sedikit mensyiarkan islam,
meskipun agamaku belum seberapa, tapi aku akan selalu belajar. Saat aku bicara keinginan
ini kepada mereka, memang mereka tidak berbicara banyak dan menampilkan mimik
wajah kekecewaan terhadapku. Malah merekalah yang terus membantu dan
memotivasiku, bangga nya aku memiliki kedua orangtua yang selalu terus ada
dibelakangku, yang terus mendorongku..
Ohiya tanpa sengaja waktu itu aku melihat
tweet dari @motivatweet yang isi nya seperti ini :
“Lakukan
demi ayah ibumu, niscaya tak akan pernah runtuh semangatmu. Ibu sudah
mengandung kita 9 bulan lamanya, merawat kita bertahun-tahun lamanya. Tapi
belum banyak yang kita persembahkan untuk ibunda.
Demi
senyuman bangga ayah ibu kita kerahkan semua semangat. lakukan semua usaha,
wujudkan kebahagiaan bagi keduanya.
apa
yang ingin kamu persembahkan untuk ayah dan ibu?
ingat
wajah ayah dan ibu kita, jadikan tatapan mata penuh cinta itu menjadi pembakar
semangat juang kita!”
kutipan tersebut aku tempel di dinding
rumah, dan slalu ku baca berulang-ulang setiap pagi.
Doa ku untuk kedua orangtua:
Rabb, doa mereka
slalu tercurah untukku,
begitupun dengan
aku
izinkan aku
membahagiakannya meski sebentar
izinkan mereka
melihatku tersenyum bangga kepada ku
izinkan mereka
dapat menggendong cucu dari ku
dan berikan umur
yang panjang untuk mereka.
Aku tahu usia
nya tak lagi muda
dan akupun tahu
wajahnya tak secantik dan setampan dahulu
namun izikan aku
untuk membahagiakannya
izinkan aku
memberikan secuil harapan yang mereka inginkan dulu kepadaku
dan izinkan
mereka dapat melihat ke 5 (lima) anaknya sukses
slalu ada
kemudahan disetiap kesulitan
aku yakin dan
percaya akan semua kuasa Mu
berikan kami
yang terbaik
permudahkanlah
kami
aamiin
@dinanurhayatii
1 komentar:
Oh Tuhan, ini keren sekali kakak ya ampun, kata katanya memotivasi. ini keren!! :))
Posting Komentar