Rabu, 21 Januari 2015

Suamiku...

Untuk calon suami ku yang aku pun belum tahu, siapa kamu dan kapan kita bertemu. Tapi aku yakin akan rencana Allah untuk pertemukan dan persatukan kita.

Suamiku, jikalau aku nanti menjadi istrimu, semoga kamu menerima segala kekurangan ku. Sungguh, tidak ada yang bisa aku banggakan dari diriku sendiri. Tapi, mudah-mudahan kelak kamu bangga memilihku..

Suamiku, aku tidak cerdas. Sungguh! Tapi, aku bersedia untuk kau bimbing. Saat kau bimbing aku, maafkan jikalau terkadang aku sempat ngeyel akan kata-katamu. Tapi yakinlah suami ku aku sungguh butuh nasehat dari mu.

Suamiku, aku ini cerewet. Namun aku akan menjadi pendiam saat kamu disampingku, saat kata-kata romantis itu kau ucapkan dari bibirmu.

Suamiku, aku ini pencemburu. Aku cemburu, saat kamu lebih memilih aku daripada Dia. Meninggalkan kewajiban-kewajiban kamu yang seharusnya kamu utamakan untuk Dia, duakan aku saja, aku tak masalah. Demi ke taatan mu denganNya.

Suamiku, aku ini manja. Sungguh! Maafkan aku jika terkadang aku merengek ingin kau perhatikan.

Suamiku, aku ini cengeng. Maka dari itu, tolong jangan kau bentak aku. Aku takut dengan bentakan, kata yang keras lagi kasar.

Suamiku, maafkan aku jika nanti tiba-tiba aku menangis tanpa sebab. Mengertilah aku. Maafkan aku yang sangat fakir ilmu, bantu dan bimbinglah aku. Nasehati aku.

Suamiku, aku memiliki beberapa impian. Salah satunya aku ingin membuka rumah baca, yang aku khususkan untuk anak-anak yang terbilang kurang dalam pendidikan. Aku belum bisa mewujudkannya sendiri, maukah kau untuk membantu ku nanti? Kita bersama-sama mewujudkannya, dan membantu sesama.

Suamiku, sudah cukup aku merasakan bagaimana rasanya dikesampingkan, di bedakan dan tidak pernah diterima untuk semua proses yang aku jalani, maka dari itu nanti jika telah lahir buah hati kita. Aku ingin memberikan yang terbaik untuk mereka, tak ingin aku mengekang keinginannya jika kegiatan itu baik untuk dirinya dan untuk orangtua nya. Aku sangat mengapresiasikan segala hal yang dilalui oleh buah hati kita dengan proses yang ia jalani meskipun gagal berkali-kali aku tetap mendukungnya untuk tetap bangkit dan jadi orang pertama yang mengucapkan "Kamu hebat anak ku, kamu juara untuk dirimu sendiri. Nikmati proses demi proses, Ummi bangga sama kamu. Love you sayang."

Suamiku, mungkin hanya ini yang bisa aku tuliskan. Masih banyak yang ingin aku uraikan. Tapi tak cukup dengan kata kiasan, mungkin yang kau butuhkan tindakan nyatanya.


@dinanurhayati

0 komentar:

 
;