Selasa, 22 November 2016 0 komentar

Kamu

Kamu; yang tak pernah membiarkanku sendirian, yang menggenggamku untuk tetap merasa tenang, juga yang memelukku agar aku tak memanjakan kesedihan.

Kamu; laki-laki yang sering membuatku kesal, juga yang sering menghukumku dengan kerinduan.

Kamu; laki-laki sederhana yang selalu saja memiliki cara menujukkan jika dimatamu, akulah segalanya.

Kamu; laki-laki keras kepala yang pernah ada, namun tetap saja kepadamu, berkali-kali aku jatuh cinta.

Tidak banyak hal yang bisa aku berikan untuk laki-laki sehebat dirimu. Yang ku mampu, akan selalu mempercayaimu, membersamaimu, mendukungmu, juga mendoakanmu.

Tak usah aku berjanji, kamu pasti mengerti jika dibagaimanapun hidupmu, aku tetap ada disampingmu.

Dekat atau jauh, walau tak selalu aku snaggup memelukmu setiap waktu, doa-doaku selalu terpeluk untukmu.

Terimakasih telah melahirkan banyak cinta untukku, aku mencintaimu.

Minggu, 06 November 2016 0 komentar

Tuan III

Hai tuan, rasa-rasanya rindu padamu hadir setiap hari tanpa mengenal waktu. Ruang kepalaku selalu terisi penuh tentangmu.

Maaf, aku selalu menjadi orang yang sangat menjengkelkan. Yang seringkali ambek tak jelas, selalu manja terhadapmu.

Yakilah, apa yang aku lakukan tersebut tak sama seperti aku melakukannya pada teman-temanku. Aku bisa jadi orang yang sangat manja, yaaa hanya kamu kuperlihatkan. Manjaku tak ku perlihatkan pada teman-temanku, pun dengan lemahku.

Entah mengapa begitu mudah aku perlihatkan hal tersebut padamu, seakan-akan sudah kupercayakan sepenuhnya sisi lemahku padamu.

Tuan, terimakasih untuk waktu yang selalu kau luangkan untukku. Waktu yang seharusnya kau gunakan untuk istirahat seusai bekerja, tapi kau gunakan untuk pergi ke kota tempatku bekerja. Dan selalu tak kau tampilkan wajah lelahmu.

Ah entahlah, aku sudah sangat mencintaimu. Aku jatuh cinta pada pola pikirmu dan sebagian karaktermu. Ada rasa tersendiri dalam diriku, yang terkadang membuatku minder terhadapmu.

Tuan, rasa takut itu menghantuiku. Bagaimana dengan rasa yang terlalu, dengan harap yang sudah ku lambungkan untukmu.

Bolehkah kupinjam tubuhmu sebentar saja? Aku hanya ingin pelukmu, ya hanya itu. Pelukmu yang dapat membuat rasa takut itu berkurang, peluk yang membuat ku candu. Bagaimana denganmu?

Maaf aku yang terlalu ini

Kamis, 06 Oktober 2016 0 komentar

Perempuan

Dia yang diambil dari tulang rusuk. Jika Tuhan mempersatukan dua orang yang berlawanan sifatnya, maka itu akan menjadi saling melengkapi. Dialah penolongmu yang sepadan, bukan lawan yang sepadan. Ketika pertandingan dimulai ia tidak berhadapan denganmu untuk melawanmu, tapi ia akan berada bersamamu untuk berjaga-jaga dibelakang saat engkau ada berada didepan. Dialah yang akan menutupi kekuranganmu.

Dia ada untuk melengkapi yang tak ada dalam laki-laki; perasaan, emosi, kelemahlembutan, keluwesan, keindahan, kecantikan, rahim untuk melahirkan, mengurusi hal-hal yang dianggap spele.

Hingga ketika kau tidak mengerti hal-hal itu, dialah yang akan menyelesaikan bagiannya. Sehingga tanpa kau sadari ketika menjalankan sisa hidupmu, kau menjadi kuat karena kehadirannya disisimu. Jika ada makhluk yang sangat bertolak belakang, kontras dengan laki-laki; itulah perempuan. Jika ada makhluk yang sanggup menakhlukan hati hanya dengan sebuah senyuman; itulah perempuan.

Ia tak butuh argumentasi hebat dari seorang laki-laki, tetapi ia butuh jaminan rasa aman darinya karena ia ada untuk dilindungi, tidak hanya secara fisik, tetapi juga emosi. Ia tidak tertarik terhadap fakta-fakta yang akurat, bahasa yang teliti dan logis yang bisa disampaikan secara detail dari seorang lelaki, tapi yang ia butuhkan adalah perhatiannya, kata-kata yang lembut, ungkapan sayang yang spele, namun baginya sangat berarti, membuatnya aman didekatmu.

Batu yang keras akan terkikis habis oleh air yang luwes, sifat laki-laki yang keras akan ternetralisir oleh kelembutan perempuan. Rumput yang lembut tidak mudah tumbang oleh badai dibandingkan dengan pohon yang besar dan rindang, seperti didalam kelembutan disitulah terletak kekuatan dan ketahanan yang membuatnya bisa bertahan dalam kondisi apapun.

Ia lembut bukan untuk diinjak, rumput yang lembut akan dinaungi oleh pohon yang kokoh dan rindang. Jika laki-laki berpikir tentang perasaan perempuan, itu sepersekian dari hidupnya. Tetapi jika perempuan berpikir tentang perasaan lelaki itu akan menyita seluruh hidupnya.

Karena perempuan diciptakan dari tulang rusuk laki-laki, karena perempuan adalah bagian dari laki-laki, apa yang menjadi bagian dari hidupnya, akan menjadi bagian dari hidupmu. Keluarganya akan menjadi keluarga barumu, keluargamu pun akan menjadi keluarganya juga. Sekalipun ia jauh dari keluarganya, namun ikatan emosi kepada keluarganya masih tetap ada karena ia lahir dan dibesarkan disana. Karena mereka ia menjadi seperti sekarang ini. Perasaannya terhadap keluarganya, akan menjadi bagian dari perasaanmu juga, karena kau dan dia adalah satu, dia adalah dirimu yang tak ada sebelumnya.

Ketika pertandingan dimulai, pastikan dia berada dilapangan yang sama denganmu.

Jakarta, 6 Oktober 2016

Senin, 26 September 2016 0 komentar

Takut

Beberapa orang memang pasti akan merasakan takut, rasa takut sendiri akan suatu hal. Takut, memang menjadi momok yang sangat memprihatinkan. Karena rasa takut sendiri bisa menjatuhkan dan dapat menunda kesuksesan orang tersebut, takut disini diartikan; takut mengambil keputusan.

Berbeda dengan rasa takut yang baru saya alami kemarin, tepatnya setelah saya pulang main yang bertempat di bekasi, kemudian gerimis serta hujan yang semakin deras, selang beberapa kilometer suara petir dan kilat yang menyambar-nyambar, belum lagi angin yang sangat kencang. Yang merobohkan pepohonan, kabel listrik, dan asbes atap rumah.

Ini kali pertama saya melihat hal tersebut. Takut? Ya saya sangat takut akan hal tersebut. Nangis tak henti-henti, istighfar dan membaca ayat kursi berkali-kali.

"YaRabb, sungguh aku takut akan murkamu, azabmu, serta musibah yang Engkau berikan. Jika hujan adalah berkah, maka jadikanlah hujan ini keberkahan untuk kami, jangan jadikan hujan ini musibah untuk kami. YaAllah ya Rabb ku, ampunilah kami. Manusia yang memiliki dosa yang sangat menggunung tinggi ini, karena tanpa ampunanmu aku tak berdaya. YaRabbku yaRahman yaRahim, selamatkan lah kami, jauhkan kami dari murkamu. Aamiin yaAllah". Kemudian beristighfar dan membaca ayat kursi berkali-kali.

Setiap petir dan kilat yang menyambar-nyambar aku selalu berucap
"Ampun yaAllah, aku mohon ampun".

Kemudian air mata berlinangan tak henti-henti, setiap kali kilat, halilintar serta petir itu menyambar. Tak peduli apakah orang-orang sekitar melihatku, bahkan berfikir aneh tentangku.

Kurang lebih sekitar 1 jam menunggu, agar petir, serta halilintar itu tak bergema kembali. Saya dan tuan, bergegas untuk pulang. Tapi musibah kembali, banjir yang kurang lebih lama kelamaan meninggi itu tak mampu di hindari, sempat tak percaya perkataannya, namun jika terus menunggu hingga air surut, mau sampe kapan?

Berbagai jalan ditempuh, mulai dari jalan yang ia ketahui sampai jalan yang, entah apa itu namanya..

YaRabb, musibah kembali. Rumah ia kebanjiran. Alhamdulillah ada orang dirumahnya yang mampu menyelamatkan barang berharga mereka.

Turut sedih, ingin bantu, tapi bingung apa yang harus dilakukan. Hingga akhirnya menunggu di luar menjadi sarana yang digunakan. Apa yang ia lakukan di dalam? Entah, aku tak mampu menduga-duga. Yang pasti tak lama kemudian saya melihat motor yang keluar dari rumahnya, ya dia.. Di sela musibah yang terjadi di keluarga bahkan di rumahnya, ia masih sempat-sempatnya memikirkanku.

Ia mengantarkanku pulang kerumah, melewati jalan yang aku pun baru mengetahuinya saat itu.

Terimakasih untuk tuan, yang bersedia menenangkanku. Tak henti-hentinya mengelus bahuku, meminta bantuanku untuk terus berdoa. Menjagaku.

Terimakasih tuan, aku tak tahu harus berkata apa padamu. Aku menyayangimu, dan aku telah jatuh hati padamu.

Jakarta, 26 september 2016
Dina Nurhayati

Sabtu, 24 September 2016 0 komentar

Hai tuan, selamat pagi.

Entah ada angin apa, sepagi ini bapak memanggilku dan kembali mengajak berbincang bersama. Kini, didalamnya hanya ada bapak, aku dan ibu.

Tanpa ada awalan untuk membuka pembicaraan, bapak yang dari dulu kalau ada pertanyaan langsung ceplas ceplos. Tiba-tiba bapak kembali menanyakan sosok pria yang dekat-dekat ini sering berkunjung kerumah.

Bapak : "Itu siapa? Temen atau apa?"
Aku hanya menjawab "Teman".
Kemudian bapak menyeletuk;

"Seorang wanita sebelum menikah semua dosanya ditanggung sama bapak, kalau udah nikah nanti suamimu yang nanggung. Bapak lebih seneng kalau itu calon suami mu, seneng udah dateng dan ada yang serius. Dia juga orangnya baik, sopan. Beda sama yang dulu, dulu bapak pertama kali ketemu udah gak suka. Belum lagi kan umur kamu sudah 22, udah nggak boleh main-main lagi, liat agamanya gimana, solatnya, gimana dia ke Tuhannya".

Kemudian ibu nyeletuk;
"Sebelum dia, kamu lagi deket sama orang padang kan? Tapi ibu tunggu-tunggu kabarnya lebih lanjut nggak ada, eh malah tiba-tiba muncul si "dia""

Berbagai pertanyaan terlontar dari bapak, serta cerita-cerita yang bapak bagikan. Aku hanya mendengar dan menjawab beberapa pertanyaan yang diajukan. Rasanya tak bisa menceritakan semua pertanyaan dan cerita, karena akan ber part-part tulisan ini. Haha

Dan mereka, orangtua ku, menyambut hangat kedatanganmu. Entah apapun yang sudah terjadi di depan, bismillah aku mampu untuk melewatinya. Meskipun nantinya mungkin aku akan kecewa, atau mendengar kabar buruk atau pembatalan. Bismillah niat baik karena Allah, ku serahkan semua padaNya. :')

Minggu, 18 September 2016 0 komentar

Ilmu Menikah "Bapak"

Siang itu, obrolan dengan bapak di ruang keluaga di suguhkan dengan suara murrotal surah albaqarah.

Din, bapak tuh ga secanggih kamu ilmu agamanya. Tapi bapak mau kasih tau sesuatu tentang ilmu agama dan menikah. Sesuatu yang bapak temukan dari pernikahan sama ibu.

Ilmu agama itu terdiri dari ilmu dunia dan akhirat. Bedanya, ilmu dunia mengajarkan kita untuk terus memiliki dan meminta sampai tidak ada lagi yang dimiliki dan diminta. Ilmu akhirat sebaliknya, mengajarkan kita untuk terus memberi dan melepaskan sampai tidak ada lagi yang diberikan dan dilepaskan.

Kau tahu? Menikah itu menyempurnakan agama, karena menikahlah yang menyempurnakan ilmu akhirat setelah seumur hidup kau hanya belajar ilmu dunia.

Gara-gara menikah, bapak semakin sadar kalau dunia ini kita semua adalah pemimpin tapi bukan pemilik. Uang yang bapak dapatkan, tidak pernah bapak berpikir bahwa bapak memilikinya. Waku yang bapak luangkan, tidak pernah bapak merasa bahwa bapak memilikinya. Apapun yang ada didiri bapak, semuanya bukan punya bapak. Semua milik kalian, keluarga bapak.

Sebelum bapak menikah, bapak tidak belajar tentang ini. Bapak mengira kalau semua capaian hidup bapak adalah milik bapak seorang. Sekarang bapak mengerti, ini semua milik kalian terutama milik Allah.

Karena menikah bapak menjadi lebih bertanggung jawab. Bapak sadar bahwa semua yang diberikan kepada bapak adalah titipan yang harus bapak jaga.

Kalau bukan karena menikah, tidak mungkin bapak belajar memberi dan melepaskan seperti ini. Juga tidak mungkin bapak belajar memiliki dan meminta seperti ini, untuk kemudian dipersembahkan kepada kalian

Kamu tahu tidak?
Ilmu akhirat mana yang paling tinggi kesulitannya bagi seorang ayah?

(Bapak menghela nafasnya)

"Melepaskan anak perempuannya".

Bapak diam lama sekali.

"Karena bukan bapak tidak percaya, kepada calon suamimu. Melainkan bapak yang tidak percaya pada diri bapak sendiri. Sudahkah bapak benar-benar menjagamu, merawatmu sampai sekarang? Itulah yang diajarkan dari sebuah pernikahan. Meminta untuk kemudian memberi. Memiliki untuk kemudian melepaskan.

Senin, 12 September 2016 0 komentar

Menikah

Nikah. Berkeluarga

Topik itu memang sesang menjadi bahasan menarik dibeberapa kelompok sekitar. Wajar, karena di usia dewasa muda dorongan untuk berkeluarga dan memiliki pasangan lawan jenis sangat besar. Jadi, tidak ada yang perlu dikeluhkan bukan?

Jujur, ketika pertama kali Ramadhan tahun lalu ramai di twiter topik tentang menikah muda dan tagar #UdahPutusinAja, ada gerakan baru untuk berpikir jauh kedepan, berpikir bukan untuk sekedar main-main ketika berinteraksi pada lawan jenis.

Tapi beberapa hari terakhir, grup whatsapp saya bener-bener full membahas soal nikah, bahkan ada yang dilanjut sampai pagi. Topik bahasannya menarik buat saya.

Kemudian tergelitik karena @prisiliara sempat ngetweet bagaimana soal menikah muda, ini belum menceritakan semua sisi dengan adil. Semua yang ditampilkan adalah yang mudah, indahnya hidup pasca menikah dan lainnya. Belum ada yang cerita bagaimana tantangan dan duka setelah pernikahan. Simpelnya, ia pernah mengatakan;

"Coba yang mau nikah, tahan ga kalau denger anak nangis mulu tengah malem?"

Saya bukan orang yang anti nikah muda, hanya saja gemes rasanya kalau nikah dijadikan alasan kebaikan yang tak perlu persiapan.  Simple nya gini, teman kantor saya pernah nanya; kenapa saya punya life plan dalam hidup? Kenapa saya punya target untuk berkeluarga dan menjadi ibu?

Jawaban singkat saya;

Saya mencoba menghitung waktu optimal yang saya punya untuk berkarir, karena jika sudah menjadi ibu, I want to be a full time mother. Tapi, saya harus tetap memastikan waktu optimal berkarir saya cukup untuk mencapai target saya.

Sudah banyak saya temui teman perempuan saya, yang menikah kemudian tenggelam. Seolah mimpi-mimpi besar yang dibicarakan dulu tidak lagi ada, sebenarnya itu tergantung orang sih, bisa aja kan itu menjadi cita-citanya sekarang? Hanya saja yang saya pahami, menikah itu seharusnya melejitkan potensi. Bagaimana kekurangan seseorang bisa ditutupi dengan kelebihan pasangannya. Bagaimana dua orang tersebut saling bahu membahu menggapai mimpi mereka.

Itulah menurut saya bagian terberatnya. Bagaimana dua manusia ini, bisa saling menghidupkan mimpi-mimpinya ditengah kewajiban seorang suami-istri bahkan ayah-ibu. Kita sendiri aja kadang kewalahan bukan untuk mengatur bagaimana bisa mencapai target-target salam hidup. Padahal saat ini baru menjadi seorang makhluk, warga negara, anak, pelajar atau pekerja. Well, saya mencoba untuk ber khusnuzan dan berdoa semoga semua yang saya lihat ini adalah sebuah proses. Bahwa pada akhirnya fase "tenggelam" ini cuma proses dari kehidupan panjang yang sudah teman-teman saya dan pasangan rencanakan.

Sisi yang saya utarakan disini mungkin feminis banget. Karena saya tidak paham bagaimana sisi laki-laki ketika akan menikah. Intinya, yuk kita berpikir dengan bijak, dulu banget juga ada yang posting tentang "Mari menikah dengan bijak" kan kalau memang segera untuk menikah mau bersiap! Mari lihat konsekwensinya, siapkan diri.

Karena sebagaimana yang saya yakini, setiap kita pasti hanya ingin keluarga kita satu untuk selamanya, baik dunia maupun akhirat.

Jakarta, 28 september 2016

Minggu, 11 September 2016 0 komentar

Pemikiran

Wajar jika wanita ingin di mengerti, sebab pemikiran mereka terlampau rumit. Ada beberapa wanita lebih senang berteman dengan pria, karena mereka sadar berteman dekat dengan wanita, sama saja dia harus menghadapi pemikirannya yang terlampau rumit. Tinggal bagaimana para pria bisa lebih mengerti kerumitan jalan pikiran mereka.

Para pria yang tak mengerti, kerap kali dikatakan tidak peka. Bagaimana tidak? pemikiran pria terlampau sederhana harus berhadapan dengan pemikiran wanita yang semrawut.

Pria berpikir dengan menggunakan otak, sedangkan wanita dengan menggunakan hati? Tidak! Bagaimana caranya berpikir dengan menggunakan hati? Wanita sama berpikir dengan menggunakan otak, hanya didalamnya seperti jalanan lalu lintas ibu kota di jam berangkat kerja, ramai, padat.

Terkadang mereka pun kebingungan sendiri, makanya mereka sering berpikir macam-macam. Terkesan menuduh. Sebenarnya bukan itu yang dia mau, dia hanya sedang tidak bisa menemukan mana yang benar. Pemikirannya terlalu rumit untuk dipilih-pilih.

Sulit kan jadi wanita?
Lebih sulit lagi jadi pria, karena harus mengerti mereka?
Sebenarnya tidak sulit kalau kita mengerti apa yang terjadi pada rangkaian otak mereka.

Coba lihat dibelakang meja kantor kalian, atau jika berkunjung ke salah satu warnet, coba lihat kebelakang meja. Lihat bagaimana kabel-kabel itu melilit kesana kemari. Tidak karuan. Kurang lebih seperti itulah pemikiran mereka. Terlalu banyak yang mengirimkan muatan, sampai akhirnya tidak tahu mana yang benar untuk diucapkan.

Bogor, 11 September 2016

Sabtu, 10 September 2016 0 komentar

Pertarungan

Mereka bilang, persentase perasaan wanita lebih tinggi daripada logikanya, dimana 99% perasaan akan mengalahkan 1% logika yang dimilikinya. Begitupun dengan pria.

Kadang urusan perasaan, logika apapun akan selalu terkalahkan.

Dan kali ini aku baru merasakan kembali bagaimana Otak dan Hati bertentangan, dimana logika dan perasaan tak sejalan. Hal ini sungguh membuatku tak nyaman.

Seperti halnya pria, yang akan mengesampingkan perasaannya demi menemukan hasil atau jalan keluar yang rasional.

10 September 2016

Jumat, 09 September 2016 0 komentar

Pejuang Hidup

Sudah beberapa hari bahkan minggu tak kulihat tubuhnya dijalan untuk berjualan. Sempat terfikir "kemana si kakek itu? ah, mungkin dia sudah ngider untuk berjualan."

Aku selalu melihat kakek itu setiap berangkat kerja melewati jalan yang tak biasanya, entah ia jalan berawal darimana namun yang ku tau pasti ia berjalan sangat jauh. Mengapa aku berkata demikian? karena aku sering beberapa kali bertemu dengannya ditempat yang berbeda, aku menggunakan sepeda motorku, dan ia berjalan kaki tanpa alas.

Jalan yang ditempuhnya pun tak main-main, jauh. Aku yang memiliki fisik sempurna kadang sering mengeluh jika sudah terlalu lelah berjalan, sedangkan kakek itu kondisi fisiknya tidak sempurna. Meskipun kita melihat dari kejauhan seperti tampak orang normal, namun nyatanya tidak. kaki bawahnya bengkok, ia tidak bisa berjalan cepat dan mengambil sebuah plastik dengan cepat, karena tangannya pun tak sempurna. hanya memiliki 2jari yg masih normal, bicarapun tak lancar.

Awalnya aku sempat berbicang dengannya, namun aku tak mengerti apa yang ia bicarakan. oh ternyata beliau tunarungu, pendengaran ia kurang, kita harus berbicara berkali-kali dengan nada yang agak kencang. Ia bisa berbicara namun tak lancar dan aku tak mengetahui apa yang ia informasikan.

Di usia nya yang sudah menua itu, ia masih berjualan buah. Kadang jeruk, anggur, apel dan pisang. Melewati tempat bertemunya kakek itu jarang sekali, atau bahkan sering melewati tempat tersebut namun tak bertemu dengannya. Atau sekalinya bertemu aku tak membawa uang untuk berbelanja buah yang di jualannya.

Sampai akhirnya aku bertemu dengan beliau di jarak yang lumayan jauh bagiku jika ditempuh dengan berjalan kaki dengan kondisi kaki yang tak normal.

Aku menghampiri ia, kemudian membeli 2kg jeruknya. Disana aku yang mengambil plastik, memilih buah, dan membungkusnya sendiri. Dari sana aku bisa melihat secara dekat dan detail. berbicara satu atau dua kata dengannya. Meski aku sendiripun tak mengetahui apa yang ia bicarakan.

Kadang, aku tak sempat habis pikir terharap orangtua yang masih bekerja. Tubuhnya yang sudah tua dan renta masih harus tetap berjuang untuk bertahan hidup, kemana anak-anak mereka? dimana mereka tidak ikut serta membantu menghidupi beliau di masa tua nya? karena mau bagaimapun mereka tetaplah orangtua yang menjaga dan merawat kita di masa kecil.

Astaghfirullah..
YaRabb, mudah-mudahan aku tidak termasuk anak durhaka yang menelantarkan orangtuanya saat sudah usia senja. Aamiin

9 September 2016 | Dina Nurhayati

Selasa, 23 Agustus 2016 0 komentar

Jatuh cinta yang paling menyenangkan yang pernah kurasakan adalah jatuh hati padanya, ia berbeda.

Dia bukan seseorang yang memiliki kesempurnaan, lebih kurangnya ia tunjukkan. Dan aku, tak satu alasan pun ku miliki untuk tidak menerimanya dalam keseluruhan.

Baru ia yang mencintaiku dengan cara seperti ini, lain dari yang lain. Ia memperlakukan ku dengan begitu baiknya, dia ingin memiliki ku atas restu Tuhan, dan keluarga.

Kami hanya sedang menjalani hubungan yang bertujuan masa depan, tanpa ingin merencanakan perpisahan. Kami tak banyak memiliki banyak semoga; semoga diteguhkan selekasnya.

Kami berdoa, berusaha dan percaya. Sepasang tulang rusuk meski dipisahkan jarak yang begitu jauhnya pun, jika berjodoh, semesta akan mengembalikannya, bukan?

Percaya saja jika doa-doa baik itu memiliki kekuatan. Maha Baik Allah.

Jakarta, 23 Agustus 2016

Minggu, 21 Agustus 2016 0 komentar

Kuberitahukan bahwa aku seorang perempuan yang hendak menyampaikan sesuatu padamu.

Meskipun tidak lazim bagi masyarakat umum 'seorang perempuan' melakukan ini tetapi hal yang kusampaikan ini tidak melanggar norma yang ada di masyarakat meskipun jarang terjadi.

Silahkan kau menganggap aku ini aneh, tidak masalah.

Ijinkan aku menyampaikan ini;

Aku seorang perempuan usia 22 tahun, aku tidak mengenalmu dengan baik namun mempunyai niat baik untuk mengenalimu lebih baik lagi.

Aku ingin membersamai hidupmu, menjadi penyejuk dan penentram hatimu. Menurutku kamu lelaki yang baik, meskipun aku bukan seseorang yang baik tetapi aku sedang belajar menjadi baik. Bukankah jika didasari dari niat yang baik, maka Allah akan membuka jalan kemudahan itu?.

Maka barangkali kita adalah sepasang yang selama ini belum saling menemukan. Jika bersamamu adalah jalan kemudahan itu, maka ijinkanlah aku seorang perempuan ini menyatakan ingin membina rumah tangga bersamamu dan menjadikanmu imam didalamnya.

Sebagai ayah dari anak-anak yang lahir dari rahimku, meskipun aku bukan calon ibu yang baik tetapi aku sedang belajar untuk menjadi madrasah pertama bagi anak-anak kita kelak, meskipun juga aku tidak tahu apakah kamu juga calon ayah yang baik. Tetapi aku yakin kamu adalah lelaki yang baik, caramu mengutamakan solatmu, lebih dari apapun itu sudah cukup, tidak ada hal lain yang perlu aku cari.

Aku tidak akan menjanjikan apapun agar kamu berkenan. Karena jujur, aku tidak memiliki apapun yang patut untuk aku banggakan. Secara fisik, aku bukan seorang yang didambakan lelaki. Aku juga bukan keturunan bangsawan atau konglomerat yang memiliki harta melimpah. Aku juga tidak cerdas selama sekolah nilaiku pas-pasan.

Namun aku ingin menjadi sahabatmu sehari-hari didalam rumah tangga kita, aku juga akan berusaha menjadi teman terbaikmu dalam beribadah meski kualitas yang aku miliki barangkali tidak akan membuatmu yakin bahwa surga menjadi lebih dekat bila bersama diriku. Kualitas ibadahmu jauh lebih baik dari diriku. aku sama sekali tidak baik. Dan hidupmu sudah lebih sempurna jauh sebelum aku hadir di hidupmu. Kamu tak akan membutuhkan apapun dariku. Tetapi aku membutuhkanmu sebagai imamku, dan sebagai kepala sekolah dari sekolah rumah tanggaku kelak, bolehkah aku bermimpi demikian?

Jakarta, 22 Agustus 2016

Senin, 15 Agustus 2016 0 komentar

Tuan II

Hai tuan, apa kabar?
Ku harap kau selalu bahagia dan baik-baik saja.

Entah, antara malu atau senang ketika kau membaca tulisanku yang memang itu untukmu.

Tuan, terimakasih kau telah memanjakan panca indera ku (mata). Aku sangat bahagia saat kau ajak pergi ke suatu tempat yang aku belum pernah kunjungi, karena itu akan menjadi pengalaman untukku sendiri.

Tuan, aku ingat secara mendetail perihal semua aktivitas yang kita lakukan. Mulai dari kau menjemput di depan gang rumahku, hingga kau mengantarkan aku pulang.

Entah apa yang ingin aku katakan perihal rasa yang kurasakan kemarin. Benar-benar ku rasakan nyaman serta ketulusan dari dirimu. Terimakasih telah menjagaku, terimakasih telah menghormatiku sebagai wanita.

Apakah kau tahu tuan?
ketika pulang dan aku sudah di depan gang rumahku kemudian turun dari kuda besimu itu, aku sempat bingung saat kau bicara "Di tas ada kertas, dibaca ya" (kalau nggak salah gitu). Aku heran, kapan kau menaruh kertas itu didalam tas ku? .

Jika aku boleh ber-su'uzon, apa benar saat kita berhenti di salah satu masjid untuk sholat ashar, kemudian kau ucap "Solatnya ganti-gantian aja ya"?, aku yang tak berpikiran negatifpun mengiyakan ucapanmu.

Tahukah kau, rasa seperti apa yang kurasakan setelah membaca tulisan yang kau tulis itu?. Antara terharu, bahagia, takut, ah.. aku tak bisa mendefinisikan rasa apa yang ku rasakan kemarin.

Tuan, aku menyayangimu.
Maaf, mungkin aku terlalu kurangajar mengatakan hal yang seharusnya belum pantas aku ucapkan.

Tuan, tetaplah seperti itu jangan berubah. Karena aku takut setelah pengungkapan perasaamu itu, ada rasa canggung saat kita bertemu.

Tuan, maaf aku bukanlah wanita yang memiliki banyak kesempurnaan. Jangan terlalu tinggi dalam ber ekspetasi ya! karena aku takut kau akan kecewa.

Tuan, semoga kau telah berpikir berulang-ulang kali saat memilihku. Karena aku khawatir terhadap ekspetasi seseorang yang terlalu tinggi dan menggebu, hingga akhirnya tak sesuai dengan kenyataan yang ada. Aku takut kau kecewa.

Jika memang kau terbaik dan di peruntukkan untukku, mudah-mudahan Allah selalu mempermudah jalanmu, niatmu, dan segala hal yang baik untuk masa depanmu.

Terimakasih atas ungkapanmu untukku.

Jakarta, 15 Agustus 2016

Minggu, 14 Agustus 2016 0 komentar

Aku Ingin Mencintaimu Dengan Baik

Aku ingin mencintaimu dengan baik, dengan cinta serupa cinta ibu kepada anaknya. Cinta yang selalu menjaga, serupa cinta ayah ke anaknya.

Aku ingin membuatmu jatuh cinta tanpa mengenal apa itu luka. Aku ingin merindukanmu dengan baik, rindu yang tak memberatkanmu apalagi sampai membuat harimu menjadi buruk.

Aku ingin mencintaimu dengan baik, cinta yang tidak akan pernah merubahmu menjadi sosok oranglain atau menjadi sosok yang aku ingin, karena aku mencintaimu semua paket yang ada pada dirimu.

Aku ingin mencintaimu dengan baik, menjadi pendengar yang baik untukmu, yang siap menampung segala ceritamu, tentang lelahmu bekerja, atau perihal kesalmu.

Aku ingin mencintaimu dengan baik, menjadi yang sabar bagimu, yang tabah untukmu. Tapi sabarku bukan berarti aku tak bisa marah, aku bisa menegurmu dengan lembut ketika kau salah.

Aku ingin mencintaimu dengan baik, dengan cinta yang membuat kita saling terpikat, tanpa perlu membuat kita seolah terkekang dan terikat. Cinta yang membuat kita saling mengingatkan bukan malah saling menyalahkan.

Aku ingin mencintaimu dengan baik, dengan cinta yang selalu mau mendengarkan maumu dan mengerti perihal apa yang sedang kau ingini.

Aku ingin mencintaimu dengan baik, yang mampu memberikan argumen saat kamu membutuh kan, bukan yang saling berdebat untuk terlihat hebat.

Aku ingin mencintaimu dengan baik, yang mengingatkanmu soal ibadahmu. Walau aku tau tanpa perlu aku ingatkan kau sudah paham.

Aku ingin mencintaimu dengan baik, dengan cinta yang akan selalu mendoakan soal sehatmu, bahagiamu, juga keberhasilanmu.

Sampai saat dimana perasaan tak terlalu rumit lagi tuk dikatakan, hanya doa-doa kebaikan kecil yang bisa di lakukan. Kepercayaan itu akan tiba pada saatnya.

Jakarta, 16 Agustus 2016

Kamis, 11 Agustus 2016 0 komentar

Tuan

Tuan, maaf, sepertinya memang aku tak bisa mengendalikan perasaan ku terhadap nyaman yang kau beri. Karena perasaan ini pun aku tak pernah bisa mengingkari ia yang tiba-tiba datang sendiri tanpa permisi.

Tuan, aku merasa ada yang berubah dari sikapmu yang tak seperti biasanya. Ingin ku bertanya, tapi banyak keraguan dan ada sedikit rasa 'aneh' jika ku menanyakannya.

Tuan, aku ingin menjadikan kau rumah. Manakala saat sedih maupun senang, hanya kau tempatku pulang. Bagiku rumah tak mesti mewah, cukup sederhana namun penuh dengan kebersamaan didalamnya.

Tuan, nyamanku ada padamu. Entah, setiap bersamamu aku selalu merasa nyaman yang tak terhingga. Aku bisa menjadi diriku sendiri, kau selalu berusaha membuatku tertawa dalam kondisi apapun, menemani dan mengajakku ketempat yang baru. Kau menjagaku, kau mampu menghilangkan rasa takut ku, kau sabar mengajariku.

Jadi ku mohon jangan berubah atas kondisi apapun. Mungkin aku egois, aku juga takut, takut kau menjauh.

Entah perasaan apa ini. Rasa rindu yang seringkali muncul saat beberapa hari tak bertemu, rasa ingin memelukmu namun tak mungkin. Sepertinya aku mulai menyukaimu, menyukai cara mu berfikir, sebagian karaktermu, menikmati kenyamanan yang kau beri, dan semuanya. Tak mungkin ku katakan padamu, yang sebenarnya ingin ku katakan.

Tuan, aku senang melihatmu saat kau memakai penutup kepalamu (kupluk). Akupun kurang menyukaimu saat kau memakai minyak rambut. Entah, saat kau memakai kupluk kau terlihat lebih dewasa dan rapih. Bersamamu aku menjadi lebih baik, aku yang mulai memperhatikan kesehatan lambungku, dan... semuanya.

Tuan, maaf atas kekonyolan tulisan ku ini. Sungguh, aku menyukai semua yang ada pada dirimu termasuk kekuranganmu.

Jakarta, 11 Agustus 2016

Rabu, 10 Agustus 2016 0 komentar

Jika kau pintar, maka kamu akan mencari perempuan yang berani menamparmu saat kau salah. Bukan malah mencari perempuan yang akan selalu memaklumimu setiap salah yang kau lakukan.

Percayalah pada kalimat; "Yang mencintai kamu akan membenarkan kamu ketika kamu salah". Sehingga kau tahu harus bagaimana, saat pasanganmu keliru dalam bersikap. Bukan menjadi guru, tapi menjadi sahabat terbaik bagi pasangan kita. (TS)

Yang mencintaimu akan membenarkanmu ketika kamu salah, bukankah memang seharusnya begitu? Jangan karena alasan kamu mencintainya lantas selalu membenarkan semua perkataan dan sikapnya.

Jangan sampai cinta membutakan mata serta hatimu. Kalau ia salah katakan salah kemudian arahkan dan bantu untuk evaluasi, bukan meng-iya kan semuanya meskipun kamu tahu kalau itu salah.

Mungkin ini alasan mengapa pasangan terakhir tak bisa bertahan. Karena setiap kali dia salah aku selalu memberitahukan baik itu kata-kata maupun sikapnya. Karena apa, karena aku mencintainya bukan karena aku sok tau atau yang lebih bahaya dari itu. Meskipun dia tak pernah menerima masukkan yang aku berikan, tak masalah yang penting aku sudah mengingatinya.

Aku keras kepala? mungkin iya. Aku sok tahu? tidak! Aku selalu merasa benar? tidak juga! Aku hanya ingin berlaku benar, karena setelah menikah nanti nya aku tak mungkin terus-terusan membenarkan semua kesalahan pasanganku.

Aku ingin kamu jatuh cinta pada pemikiranku, bukan karena aksesoris (fisik) yang Tuhan berikan padaku, karena nantinya semua itu akan lenyap. Aku ingin kamu mencintai kekuranganku bukan kelebihanku, sehingga nantinya kita bisa saling melengkapi bukan saling menyaingi. Jatuh cintalah saat bersamaku, kamu selalu ingin jadi lebih baik. Dan ku harap itu ketemukan padamu.

Jakarta, 10 Agustus 2016

Selasa, 09 Agustus 2016 0 komentar

Hai, selamat pagi..

Aku belum bisa membayangkan bagaimana perasaanku nanti setelah tahu akhir dari perjuangan ini adalah; kamu telah memilih yang lain. Aku belum tahu apakah aku bahagia atasnya atau justru sebaliknya. Aku juga belum tahu langkah apa selanjutnya yang akan aku tempuh untuk melanjutkan perjalanan setelah menelan kenyataan itu.

Yang ku tahu betul adalah, sekarang aku sedang mengusahakanmu, dengan caraku. Dengan cara-cara yang mungkin kamupun tidak pernah menyadarinya.

Mungkin percakapan kita sederhana, hanya sebatas itu. Bahkan aku percaya, banyak yang lebih dekat denganmu daripada aku. Tapi aku tidak akan berhenti begitu saja. Tidak akan berhenti sebatas percakapan kita.

Aku akan selalu memulai percakapan denganNya. Menceritakanmu, mimpi-mimpiku, keyakinanku, dan yaaaa... tentang aku yang tak tahu banyak soal kamu tapi bisa begitu yakin bahwa kalau kita disatukan akan lebih baik, akan lebih memberi manfaat untuk sekitar dibanding aku atau kamu yang sendiri saat ini.

Aku naif ya?
Ku pikir aku hanya terlalu keras mengusahakanmu. Tapi aku tidak takut kecewa atas perjuanganku. Toh, kita tidak wajib menang dalam berjuang kan?

NB : Oh ya, kalau kamu baca ini dan kamu yakin ini untuk kamu. Aamiin-kan saja. Semoga perjuanganku sampai padamu. Dan aku berdoa, kamupun begitu padaku.

Jakarta, 9 Agustus 2016

Senin, 08 Agustus 2016 0 komentar

Kecewa. Kecewa untuk kedua kalinya.
Pernahkah kamu merasakan rasanya sudah memberi kepercayaan penuh namun di sia-sia kan? Kemudian kecewa, lalu kembali seperti saat awal mengenal. Dekat, akrab, kemudian hingga beberapa waktu kejadian yang lama telah selesai terulang lagi dengan alasan yang sama.

Kepercayaan itu mahal, sekali kau renggut maka ia tidak seperti sedia kala

Ya, kini aku merasa sangat kecewa. Kecewa yang ke dua kalinya, kecewa akan kepercayaan yang sudah aku serahkan sepenuhnya namun tersia-siakan.

Hingga akhirnya pikiran dan mata hati tertutupi oleh emosi. Entah apa yg ku lakukan kemarin, perbuatan bodoh yang tanpa sengaja aku melakukannya. Ngebut dijalanan tanpa pikir panjang akan terjadi apa didepan, untungnya masih ada orang yang peduli. Ia mengikuti ku hingga akhirnya ia pun jengah dan kami terpisah di persingan jalan. Emosi ku meluap, kekecewaan ku meledak dan semua berujung pada airmata.

Aku memang tak bisa marah, tapi aku bisa kecewa. Beberapa kali ia meminta maaf ku hiraukan, puluhan chattingan masuk dengan memberikan penjelasan-penjelasan tetap ku abaikan. Karena saat itu, aku hanya butuh sendiri. Terimakasih kamu sudah tetap menemani meskipun tidak secara langsung.

Hingga keesokkan harinya, aku memulai untuk mencoba menghubunginnya. Memberitahukan bahwa aku sudah memaafkan dia, meskipun masih ada beberapa kecewa yang tetap tinggal. Aku tak pernah mengajari hatiku untuk mendendam, jadi saat itu juga aku memaafkanmu, mengikhlaskan kejadian yang telah terjadi.

Kenapa marah? Kenapa kecewa? Entahlah... Aku hanya tak ingin kejadian dulu tak terulang kembali.

Aku tak pernah menyukai hal yang terburu-buru karena itu tidak baik. Aku mencintai proses, karena tidak ada penghianatan dari sebuah proses. Mungkin niat mu baik, tapi caramu salah. kamu berniat ingin membuat aku bahagia tapi tidak dengan cara yang seperti itu. Biarlah urusan hati aku dan dia yang berjuang sendiri. Biarkan aku menikmati sebuah proses yang terjalani.

Aku sudah mengetahui sebagian perasaannya, sebagian tulisan yang ditulisnya untukku. Kita sama-sama memiliki perasaan namun tetap diam, aku masih ingin mengetahui karakternya, cara pemikirannya, sudut pandangnya terhadap sesuatu. Dan mungkin ia pun begitu.

Jadi saat kau berbicara hal yang seharusnya tak patut di bicarakan didepan aku dan dia, seketika aku dikecewakan tuk ke dua kalinya.

Jakarta, 11 Agustus 2016

Minggu, 07 Agustus 2016 0 komentar

Manifestasi Kecewa

Kita harus sangat berhati-hati atas rasa kecewa seseorang. Sepertinya tidak apa-apa, padahal ada apa-apa. Sepertinya baik-baik saja, padahal tidak sedang baik. Sepertinya senang-senang saja, padahal terluka. Seperti yang bahagia, padahal menahan nelangsa. Sepertinya tertawa, padahal tersakiti oleh kata-kata.

Manifestasi kecewa itu menakutkan. Jika ia pandai menutupinya akan nampak seperti gunung di lautan. Kita tidak tahu gunung itu sebesar apa di dasar sana, yang kita tahu hanya puncaknya saja, yang bisa terlihat kecil jika dilihatnya dari daratan. Kaki gunung, badan gunung sebesar apa, tidak akan diketahui sebelum kita mencoba menyelam lalu melihatnya sendiri. Barangkali setelah berenang ke dasar, kita akan tercengang mendapati gunung tidak sekecil yang terlihat diatas sana.

Manifestasi kecewa itu menakutkan. Bagaikan dedaunan yang jatuh, jika tidak disapukan akan menggunung dengan sendirinya. Tidak bagaikan daun yang jatuh ketanah, lambat laun mungkin berbulan atau bertahun dedaunan itu akan menghilang karena diuraikan oleh bakteri-bakteri pengurai. Begitupula dengan rasa kecewa, jika sudah tertumpuk tak terselesaikan, bisa jadi kecewa yang menggunung. Jika tidak termaafkan dan termaklumkan, tidak akan hilang dengan sendirinya.

Kita seringkali tidak menyadari sudah melukai. Kita acapkali menganggap oranglain sudah memaafkan kesalahan-kesalahan kita yang tidak kita sadari. Kita tidak tahu, seringan apa bercanda sedalam itulah oranglain tersakiti. Kita tidak pernah bisa menerka apa yang ada di hati seseorang. Maka, mulai dari hari ini cobalah lebih berhati-hati atas segala tindak, atas segala ucap. Manifestasi kecewa itu benar-benar menakutkan.

Bogor, 7 Agustus 2016

Sabtu, 06 Agustus 2016 0 komentar

Masjid

Jika memang masjid itu diperuntukkan hanya untuk oramg-orang suci, maka celakalah aku.

Jika memang masjid itu diperuntukan hanya untuk orang-orang sholehah, maka celakalah aku. 

Jika memang masjid itu hanya diperuntukan untuk orang-orang yang bercahaya, maka celakalah aku.

Lalu dimana tempatku yang kotor, berdosa dan bergelimang didalam kegelapan ini akan pulang?

Entah dimana lagi tempatku meneteskan air mata, menyesali dosaku yang pekat dan menahun. Entah dimana lagi tempatku untuk menunduk dan menyerahkan diri.

Apakah orang-orang sepertiku asing untuk kembali? Entah, aku merasa terlalu hina karena ku sadari diriku hanya noda-noda yang tak pantas memasuki rumahMu nan suci itu. Begitupun aku terlalu malu bertegur sapa dan duduk bersama orang-orang berada didalamnya, tak kuasa melihat diriku begitu gelap karena cahaya keimanan yang dimiliki mereka.

Namun Engkau berfirman;
"Maka janganlah kamu menganggap dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa. (An Najm : 32)"

Izinkan aku selalu luluh padaMu yaRabb..

Karena mungkin tak pernah ada hambamu yang benar-benar suci, kecuali Engkau menghendaki untuk disucikan. Karena kami semua hanya hambamu yang khilaf, dzalim, penuh dosa, namun rasanya ingin kembali ke jalanMu.

Karena aku tak pernah tahu pasti, mereka yang sering berkumpul di masjid itu mungkin mempunyai masa lalu buruk yang telah lama terkubur.

Karena aku tak pernah tahu pasti, bahwa mereka yang berlomba-lomba mendapatkan saf terdepan itu mungkin telah berhenti berlomba pada keburukkan.

Karena aku tak pernah tahu pasti, bahwa mereka yang begitu khusyuk beribadah itu mungkin telah Kau tutup aib-aibnya dengan begitu rapat.

Dalam kebesaran namaMu, maka izinkanlah aku luluh, lagi dan lagi.

Entah mengapa begitu rindunya aku kembali, sedangkan aku tahu pasti bahwa aku pun selalu menghianati.

Izinkan aku, kami dan semua orang yang tersesat, untuk kembali padaMu, kembali ke rumah suciMu. Izinkanlah agar kami menjadi kembali setelah sekian lama tersesat, untuk bersegera kembali menuju rumahMu.

Yaitu rumah... Yang mensucikan orang-orang yang kotor, berdosa, dan sekian lama bergelimang kegelapan.
Aamiin..

Depok, 6 Agustus 2016

Jumat, 29 Juli 2016 0 komentar

Hanya Tak Mengimbangi

Kepadanya yang telah jauh meninggalkanmu, yang telah menjadi patah hati terbaikmu, yang telah menjadi penyesalan terhebatmu, juga telah bertitle sebagai mantan terindahmu.

Mungkin kau hanya tak habis pikir, mengapa waktu itu ia memutuskanmu. Kecewa, jelas. Marah, apalagi. Penasaran, tentu saja. Apalagi ketika dia meninggalkanmu tanpa banyak kata-kata. Ternyata rengekanmu tak berarti banyak untuk menunda kepergiannya. Hanya saja beda dari yang lain, ia pergi dengan begitu senyap dan sopan, meninggalkan kesan yang berbeda dikepala.

Kau sebut dia bajingan? Silahkan. Kau sebut dia kurang ajar? Hakmu. Kau sebut dia tak berperasaan? Mulutmu bebas mengatakan apa saja. Tetapi, dia tetap saja orang baik di matamu. Tak kurang dan tak lebih. Sikapnya biasa saja dan tak macam-macam padamu. Rasanya tak ada jejak dosa yang menapak di tubuhmu karena perlakuannya. Tak ada beban moral yang di tinggalkannya, semenjak hari kepergian itu datang. Sakit hatimu padanya hanya manifestasi rasa sayang yang mungkin sudah terlanjur dalam, namun seketika saja tercabut paksa. Siapa yang tak tahu rasanya?

Bila memang ia tak baik, kenapa tidak kau maafkan saja lalu cari yang terbaik menurut versimu? Oh tidak, ternyata bayangnya masih saja menaungi kekosongan hatimu. Antara cinta dan benci hanya selaput tipis yang membatasi, kita sepakati saja itu rindu. Semenjak ia berlalu, belum ada lagi tempat baru untuk hatimu mengadu.

Kurang baik apa aku?, Kurang perhatian apa aku?, Kurang sayang apa aku?. Dan mungkin masih ada sejuta pertanyaan pembelaan diri lain yang tentu saja menjadi hak setiap individu. Seperti yang biasa terjadi, kalau kita semua jatuh miskin, siapa yang kira-kira yang pertama di salahkan? Presiden, kan? Ya, itu hak prerogratif siapa saja.

Bila memang segala penilaian jadi negatif buatmu, silahkan saja. Itu hakmu. Maki-maki saja dalam hatimu, sepuasmu, mungkin sebagian dunia juga harus tahu. Tapi ingat, itu takkan membuatmu menjadi lebih baik. Juga, bagaimana jika dunia tak peduli bahkan tak berpihak padamu? Tinggalah dirimu yang menyesali, hingga akhirnya diam, lalu meratapi apa yang terjadi.

Sudahlah..

Bisa jadi kau baik, bisa jadi ia pun baik. Tak ada yang berniat buruk, begitupun tak ada sesuatu yang benar-benar buruk terjadi. Masih melodrama yang terjadi dikalangan remaja, tentu juga tak membuat bumi menjadi kiamat serta merta. Harimu masih berjalan, esokpun akan menanti. Mentari dan senja pun masih datang silih berganti. Koreksilah dirimu berkali-kali. Barangkali terlalu banyak pembelaan diri, takkan pernah mendewasakan pribadi.

Mungkin semua ini karena tak berimbang saja. Kau tak mampu mengimbanginya, begitupun ia padamu. Kau mungkin mampu membayangkan, bagaimana suatu hubungan yang melaju menuju ke jenjang yang lebih tinggi namun tak menemukan keseimbangan?

Oleng..

Ya, mungkin begitu. Salah satu dari kalian yang memberatkan yang lain. Frekuensi yang berbeda, yang selama ini terlalu lelah untuk dipaksakan, pun mungkin saja belum menemukan jalan tengah terbaik yang diinginkan. Siapapun akan berkoban, entah kau ataupun dia untuk saling menemukan jawaban itu. Bersikap mau mengalah itu penting, tapi terlalu sering mengalah itu menyakitkan.

Mungkin saja ini jalan terbaik. Pengalaman terhebat untuk memperingatkan bahwa menjadi sosok yang apa adanya itu penting, tapi senantiasa menjadi yang terbaik itu juga utama. Menjadi apa adanya tapi tak belajar apa-apa tentu saja sebuah kebodohan. Tentu, secara harfiah, "tak ada orang yang benar-benar menerima 'apa adanya'" bukan?. Cetak birunya, kau mungkin telah menjadi apa adanya karena anugerah Tuhan yang telah diberikan. Tetapi, tetap saja kau harus menjadi yang terbaik menurut versimu. Belajar, dan berusaha untuk menambah level kemampuanmu, meraih mimpi dan targetmu, pun meningkatkan kedewasaan bersikapmu.

Dia baik, kaupun baik. Hanya saja kala itu mungkin tak berimbang. Juga yang dipaksakan tentu tak bagus. Maka sejak ini kau harus mempersiapkan yang terbaik untuk kedatangan orang yang terbaik. Tersenyumlah, lalu mulai perbaiki diri. Suatu saat, kau harus mampu mengimbangi yang datang nanti.

Minggu, 24 Juli 2016 0 komentar

Nyucur-Heart

Sekali-kali boleh lah ya curhat.. hehe

Tepat dikali ke 3 gue naik kereta, norak ya? Emang!

Oke, gue akuin memang nggak pernah naik kereta. Entah itu jarak deket atau jauh. Perjalanannya sih cuma sampe tanah abang, nemenin sahabat yang mulai hijrah berhijab. Ada bahagia tersendiri di hati saat gue mendapat pesan dari sahabat kalau dia mau berhijab dan minta bantuan untuk mengajarinya memakai hijab. Ada bahagia tersendiri saat keinginan orangtua nya, abangnya, pacarnya, dan termasuk saya akhirnya ia lakukan sebagai bentuk dari kewajiban wanita. Alhamdulillah, nikmat TuhanMu mana lagi yang kamu dustakan?

Janji jam 10 udah sampe rumah dia (bekasi), tapi jam 9 malah udah sampai. Haha
Setidaknya gue bukan orang yang menggunakan rumus (jam janjian + 1jam keberangkatan) belajar disiplin dimulai dari hal kecil. Oke, seperti biasa nyampe rumah monik salam masuk rumah kemudian salim dan menanyakan kabar  ibunya secara langsung. Ikut seneng saat Ibu monik berangsur-angsur kesehatannya membaik.

Berangkat dari bekasi ke stasiun, sampai stasiun ngantri kartu dan semacamnya. Kalau diem bukan Dina namanya, sepanjang perjalanan ngobrol, curhat, ngelakuin hal konyol yang bikin monik dikit-dikit ketawa. Transit di manggarai kemudian lanjut naik kereta arah tanah abang, gue gak tau kalau pintu untuk masuk ke gerbong selanjutnya itu bisa di buka, gue cuma takut kalau saat pintu itu di buka tiba-tiba masuk ke tempat masinis. Hahaha (maaf yaaa memang nggak pernah naik kereta jadi begini)

gue     : "yah cong, ini udah abis. yawda kita duduk disitu aja yaaah atau berdiri?"
monik : "cong norak banget sih lu ini masih bisa di buka pintunya. *buka pintu, kemudian ngetawain gue sepuas dia*

Monik cerita tentang plan dia kedepan, dan dia pun menanyakan hal tersebut ke gue.

Monik : cong, lu mau nikah kapan cong?
gue     : gue sih matokkin diri gue sebelum 24 atau tepat di 24. Kalau lewat dari 24 jangan terlalu jauh, karena gabisa muter balik.
Monik : *ngakak*
gue     : diem lu, ketawa mulu.
monik : lu sih, ditanya serius juga..
gue     : iya itu gue jawab serius cong. Kalau nikah sebelum 24 gue mau jadi ibu muda, masa emas seorang ibu (muda) untuk mendidik anaknya. Kita madrasah pertama loh buat mujahid/ah kita nanti. Gue gak mau kayak orang-orang cong, bapaknya kerja, ibu nya kerja, terus anaknya dititipin ke mertua, dia bukan barang titipan cong. Nggak mau gue kayak gitu.
Monik : Terus kalau nikah lu mau yang kayak gimana cong? make adat atau gimana?
gue    : Sederhana aja cong, gue nggak mau merumitkan masalah pernikahan. Resepsi nggak masalah, dengan syarat dari gue jangan terlalu mewah, mubazir. Mending uangnya buat beli perabotan rumah atau beli/Dp rumah. Jangan liat sekarangnya cong, tapi liat kedepan. Percuma sekarang lu nikah meriah, tapi setelah menikah uang udah nggak ada karena kepake untuk biaya ini itu, tinggal numpang dirumah orangtua atau mertua. Lebih enak tinggal dirumah sendiri kalau udah nikah nanti.
Monik : iya mau ngapa-ngapain nggak ada yang ganggu ya cong? hahah
gue     : hahaha serah elu..

Dan akhirnya nyampe stasiun tanah abang. Keliling, muter-muter, tawar menawar, desek-desekkan, tapi bahagia.

Pulang lancar, saat nyampe stasiun bekasi tiba-tiba hujan deres. Ya, mau gimana lagi neduh dulu daripada kehujanan kemudian sakit.

Saat hujan tinggal rintik, gue dan monik nerobos hujan tersebut tapi sayangnya hujan makin deras, mampir ke Mall Metropolitan isi perut sembari neduh dan cerita, tiada waktu tanpa ketawa. Gue diem pun diketawain sama dia, entah hal apa yang lucu didiri gue.

setelah makan, pulang kerumah monik dan mengajari dia menggunakan hijab. Bahagia itu saat pertemuan didunia dan di surga pun nantinya kita tetep bertemu yaaa.

Bogor, 24 Juli 2016
Dina Nurhayati

0 komentar

Hanya Bisa Menemukan

Jika didalam setiap langkah adalah pertanda kekuasaanNya, maka aku hanya bisa menemukan.

Aku akan mengeluh saat hujan turun. Aku akan mengeluh saat panas terik.

Namun aku lupa menyadari bahwa nikmat Allah itu ketika aku masih bisa merasakan tetesan hujan menerpa kulitku. Aku lupa untuk menyadari bahwa nikmat Allah itu ketika aku masih bisa merasakan teriknya matahari menyengat dari ujung kepalaku.

Aku hanya bisa menemukan nikmat itu.

Aku akan mengeluh saat lapar melanda, saat dahaga tak tertahankan. Saat peluh keringat menetes perlahan.

Namun, aku lupa untuk menyadari ketika  nikmat makanan masuk kedalam mulut. Seteguk air putih melepas dahagaku, dan sehelai kain mengelap tetesan air keringatku. Aku lupa untuk menyadari nikmatNya.

Aku hanya bisa menemukan nikmat itu.

Aku akan mengeluh dengan serentetan ujian yang melandaku. Ketika ujian satu selesai, Allah tidak berhenti mendatangkan ujian yang lain. Maka sebagai manusia yang lalai, aku pasti mengeluh.

Namun, aku lupa untuk menyadari setelah ujian itu selesai aku lewati. Ada secercah titik yang berbeda menyinari diriku. Aku seakan baru saja ditempa untuk menjadi besi yang kuat.

Aku hanya bisa menemukan nikmat itu.

Iya, selama ini aku hanya bisa menemukan nikmatMu. Tanpa aku bisa menghitungnya.

Tidak ada alasan lagi untuk menduakanmu Rabb-ku..

Bogor, 24 Juli 2016
Dina Nurhayati

0 komentar

Hilang

Apa harus tersesat dulu, agar ditemukan?

Apa cinta harus berteriak agar didengar? Semenjak kepergianmu, setangkup asa merintih ingin kembali. Mencintainya membuat asa punya nama; nama yang tak lekat, namun teringat setiap kali jejak kaki ingin selangkah lagi pergi.

Ada banyak yang tak mengerti, semenjak hati menancap pada satu sisi harapan yang tak sesuai kenyataan. Mereka yang mengaku mengenalku cukup jauh, lebih jauh dari umur cinta yang aku besarkan seorang diri. Mereka yang hendak menjadi seorang hakim, memukul keras palu, membangunkanku disetiap kali mata terpejam, hanyut dalam keinginan-keinginan yang tak berimbang dengan kemampuan. Beberapa kali aku sadar. Beberapa kali tak sadarkan diri. Setidaknya harapan ini sederhana. Sesederhana setangkai benalu yang ingin di anggap bukan hanya sebagai pengganggu, tapi juga seperti tanaman yang hidup seperti yang lainnya.

Apa harus tersesat agar ditemukan?

Apa bedanya pergi tanpa tujuan, dengan jatuh cinta tanpa harapan? Mungkin memang dengan tersesat, akan ada yang berusaha untuk menemukan. Tapi nanti, setelah ia menyadari ada yang hilang. Setelah ia menyadari ada yang kurang. Nanti, setelah ia menghitung-hitung, dan mendapatkan kerugian karena adanya kekurangan. Lantas, bila ia tak ada kerugian maka yang hilang akan terabaikan, semakin hilang, dan tak pernah ditemukan.

Ia yang hilang, kemudian menunggu sesuatu yang tak kunjung datang. Pada hakikatnya, tersesat memang untuk ditemukan. Tapi bukan berarti oleh dia yang di harapkan, melainkan pasti oleh dia yang ditakdirkan. Sebab hilang dan menemukan serupa selembar uang kertas yang jatuh dijalan. Yang kemudian kau cari, dan tak kau temukan. Ia tertiup angin hingga jauh, dan jatuh pada ia yang butuh. Bila kau jadi pemilik uang, ikhlaskan. Bila kau jadi selembar uang, kau adalah sedekah. Berbahagialah.

Bogor, 24 Juli 2016
Dina Nurhayati

Minggu, 17 Juli 2016 0 komentar

Apakah Pikiran Perempuan Terlalu Sederhana?

Disaat laki-laki berpikir ingin mendapat pendamping yang pantas untuk jadi madrasah pertama anak-anaknya. Baik akhlaknya, cerdas ilmunya, menjaga solat lima waktu, menjaga puasa, zakat, berhijab, dan segala kewajiban sebagai hamba Allah yang lain.

Perempuan hanya berpikir, aku membutuhkan seseorang yang;
"Mari kita sama-sama berjalan. Tidak usah takut. Aku tidak baik. Kamu tidak baik. Jadi mari kita menuju baik yang sama".

Terlalu sederhana ya?

Tahu tidak? Meski sesederhana itu ada lagi hal yang paling sederhana.

Perempuan selalu dan akan berusaha menjadi seperti apa yang diinginkan lelakinya. Karena kodrat untuk menyenangkan hati lelakinya itu sungguh ia mengerti.

Bogor, 17 Juli 2016
Dina Nurhayati

Sabtu, 16 Juli 2016 0 komentar

Ksatria II

Assalamualaikum..

Tulisan ini lanjutan dari part sebelumnya, ksatria menurut Bapak, Ibu dan Teman.

Nah, dipart II ini, saya ingin memaparkan ksatria menurut sudut pandangan saya sendiri.

Menurut saya;
Ksatria ku nantinya, dia yang harus mendukung hal positif yang akan saya lakukan nanti. Pengetahuannya luas terlebih perihal agama karena ia yang nanti  akan menjadi pemimpin, jadi kalau nantinya minta pendapat dia bisa ngasih solusi yang baik. Memiliki selera humor, yaaa yang penting mah bisa bikin ketawa disela-sela obrolan. Saling merawat percakapan, karena tua nantinya kita hanya butuh berbincang-bincang. Sederhana, tidak tinggi dalam bicara.

Terlalu muluk memang, nggak tau diri, banyak maunya. hahaha

Mareka bilang saya tegas. Ya, benar. Karena menurut saya wanita dan ketegasan itu seharusnya tak terpisah, karena nanti dia yang akan dipatuhi oleh anak laki-lakinya. kebayang dong kalo wanita ga tegas gimana?

Saya belajar tentang bagaimana menyukai seseorang dengan benar. Belajar dari pengalaman yang telah saya alami.

Bagaimana cara menyukai seseorang dengan benar? Tunjukkanlah sisi lain yang belum pernah kamu tunjukkan kepadanya. Sisi aneh, kegilaan, hingga kerapuhan. Saya belajar itu, dan saya terapkan itu sekarang.

Saya tidak ingin dicintai hanya karena tulisan yang kebetulan menyentuh hatinya, tidak juga dengan hal-hal yang saya lakukan. Capek tau.

Karena nantinya, saya perlu hidup dengan orang yang mau mendengarkan dan didengarkan, yang mau mendoakan dan di doakan, yang tetap mau tertawa bersama meski sudah banyak kekecewaan yang terjadi. Mencintai seseorang sebaiknya jangan terlalu banyak ekpetasinya.

Dan saya tidak mau menuntut apa-apa, saya hanya ingin seseorang itu mencintai sebagai diriku sendiri. Setelah ini saya yakin, saya tidak akan pernah takut lagi.

Menurutmu apakah keinginan itu ketinggian?

Bogor, 16 Juli 2016
Dina Nurhayati

Selasa, 12 Juli 2016 0 komentar

Saat Perempuan Ingin Menjadi Salah Satu Pendukung Masa Depan Lelakinya

Hai lelaki..
Perempuan tidak serumit yang kalian pikirkan. Perempuan hadir untuk menjadi penyeimbang logikamu.

Pernahkah terlintas dipikiranmu bahwa kami tidak egois. Ketika kami mencintai seorang lelaki, akan kami temani ia berjuang dari bawah, agar kami berikan perhatian agar hidupnya tak terabaikan.

Beberapa wanita terkesan rapih menyusun masa depannya, dia akan menanyakan juga masa depanmu. Bukan untuk memaksamu memasukkan namanya di masa depanmu itu, dia hanya ingin memasukkan list memberi dukungan penuh padamu didalam rencananya, baginya mendampingi seorang yang dia cintai adalah suatu bentuk pengabdian.

Kami tahu, bahwa nyatanya masa depan itu kadang tak semanis yang kita rencanakan. Tetapi tak bisakah kita jalani, dengan kami disampingmu, membantumu bangkit ketika terjatuh, mengingatkanmu ketika lupa.

Jadi, jangan pernah takut untuk bercerita tentang masa depanmu kepada kami. Seberat atau sesulit apapun itu. Kami ingin menjadi pendukung masa depanmu.

Jakarta, 12 Juli 2016
Dina Nurhayati

Sabtu, 09 Juli 2016 0 komentar

Yang Akan Datang Nanti

Padamu, yang akan datang nanti.

Karena ku sebut itu nanti, maka sebenarnya aku tak tahu siapa dirimu. Hanya saja kini, aku telah belajar dari berbagai kesalahan ku dalam menjalani cinta. sudah berbagai cerita yang menjadi saksiku tuk mengerti apa itu bahagia, apa itu cita, hingga apa itu derita dan apa itu luka.

Maka sudahlah. Kiranya cukup dengan tak menaruh berbagai ekspetasi pada dirimu, sudah membuatku terbiasa dengan pengenalan rasa yang sederhana. Bertemu saja denganmu, itu sudah merupakan takdir yang kurasa pasti terbaik. Entah apalagi cerita yang akan tersaji, aku sudah siap untuk membuka hati. Setidaknya aku sudah akrab dengan cerita yang tak terduga pada akhirnya.

Andaikan kau baca tulisanku ini sebelum nanti bertemu, ada satu hal yang patut kau pahami tentang diriku. Aku hanya merasa bahwa sebenarnya sosok yang datang dan pergi menghiasi hati, hendaknya telah memberi pelajaran berarti. Intermeso yang ku lakukan berulang-ulang, mengatakan bahwa sebenarnya yang patut ku perbaiki adalah diriku sendiri. Kugarisbawahi, bahwa cerita cinta gagalku tempo hari ada pada diriku yang belum siap untuk merusaha sekaligus menerima apa adanya pada siapapun sosok yang ku pilih untuk di cinta.

Hingga pada sosok yang berlalu itu pula telah kupatri memori dan cerita. Ada yang pergi dengan sukarela, ada yang pergi dengan dukacita. Maka, bila nanti engkau datang, tak usah risau kiranya untuk bersama mengurai kisah. Semakin kita pahami makna cinta sejati itu seperti apa seiring dengan perjalanannya, entah bila nanti takdirnya beriringan atau bersilangan. Sosokmu lah yang nanti ku cintai? Terlalu dini. Tapi jangan ragu untuk dijalani.

Jadi yang ku nanti untuk datang ada pada diriku dengan kedewasaan baru, begitupun engkau yang akan menawarkan cerita baru. Bila telah sampai pada waktunya maka datanglah, karena sudah sekian lama aku menunggu. Tak usah sugkan, tak usah ragu. Hatiku yang baru telah siap untuk mengharu biru.

For everyone who'll come next.

Bogor, 9 Juli 2016
Dina Nurhayati

Kamis, 07 Juli 2016 0 komentar

Ksatria

Siapapun nanti, dia haruslah seorang ksatria -Bapak-

Tentang dia yang akan datang di masa depan, tentang teori mencintai, dan tentang perbaikan diri.

Pain makes people change. Yes, it is.

Pernahkah kamu mencintai seseorang sebegitunya, sampai kamu melakukan hal-hal yang nggak bakal kamu lakukan dikondisi normal seperti mengucapkan; "Selamat pagi, selamat siang, selamat sore, selamat malam, bahkan selamat tidur atau selamat makan". Kamu di sulap seperti resepsionis hotel yang menyambut calon tamunya. Atau disaat kamu bingung memilih kado apa dihari ulangtahunnya.

Lalu pernahkah kamu menangis sejadi-jadinya sampai matamu sembab karena ditinggal pergi?

Ya, aku pernah.
Sejak 'sakit' yang satu itu aku jadi merapatkan barisan, dan malas membukanya lagi. Tidak sembarang orang bisa masuk.

Pada hakikatnya cinta itu membawa kebaikan, jadi kadang nonsense kalau ada yang bilang mencintai apa adanya. Bahaya kalau asal cinta apa adanya, tiba-tiba cinta gitu? Hmm.. Cintanya jangka pendek mungkin, bukan jangka panjang.

Bapak pernah bilang;
"Nanti yang datang itu harus seorang ksatria, yang bermanfaat bagi sekitar. Yang bantu kamu mendidik anak-anakmu dengan baik. Cari sosok pemimpin, yang bisa mimpin kamu dan keluargamu. dan nantinya, kamu juga harus jadi perempuan hebat, yang bisa melengkapi dan meredam ksatria mu itu. Jangan jadi wanita yang suka menyulut emosi. "

Kalau kata Ibu;
"Cari yang paling penting yang agama dan moralnya bagus. Dari situ nanti bakal ada orang yang setia, mapan. Semua bermuara dari agama dan moral. Cari yang bisa ngemomong kamu".

Tuh, bapak aja bilangnya cari yang ksatria, bukan cari siapa yang cinta kamu apa adanya. Ibu juga ngeluarin syaratkan. Ke-apa-ada-annya itu nanti malah disalah artikan nggak mau berprogress, malah bikin males. Jangan.

Kalau dari diskusi temen-temen;
"Cari orang yang kamu cinta yang bisa membuat kamu juga berproses, cari yang take and give. Jangan kamu melulu yang memberi, memberi, memberi, tapi kamu nggak pernah ambil sesuatu dari dia. Harus berimbang, karena nanti dia yang jadi partner seiya, sekata, sehidup semati". Ciyee gitu

                                     Bersambung
                     

Bogor, 7 Juli 2016
Dina Nurhayati

Selasa, 28 Juni 2016 0 komentar

Langit II

Aku selalu suka menatap langit. Biru gelap keunguan didini hari, biru teduh dengan semburat kekuningan dipagi hari, biru langit menyilaukan di siang hari, jingga saat senja, juga saat gelap gulita dan hanya bisa melihat bintang-bintang dimalam hari.

Entah apa maghnetnya, tapi aku suka. Mungkin semua berawal dari Armageddon, untuk pertama kalinya menonton armageddon di tv dan begitu terpana dengan kehidupan diluar bumi. Ini nih awal mula cita-cita jadi astronom. Iya astronom, nggak mainstream seperti anak kebanyakan yang ingin jadi astronot ya? Hahaha

Menjadi astronom artinya melihat semua keindahan itu dari kejauhan, cukup memandangi dan mengaguminya dari jauh. Cieilaaah filosofi gebetan banget. Haha

Dan disaat itu aku tahu bahwa dunia rupanya tak sebatas mata memandang, ada kehidupan dan sesuatu di luar sana yang tak terlihat. Dari langit, menjadi gerbangnya.

Kalau Ray, di buku Rembulan Tenggelam Di Wajahmu (Tere Liye, 2009) yang suka sekali menatap rembulan, maka aku suka menatap langit. Aku bisa berlama-lama menatap langit karena rasanya tidak pernah melihat pemandangan yang sama. Awannya, kerlip bintangnya, rona merahnya, termasuk rembulannya, semuanya...

Dan ada sesuatu yang lebih dalam, yang aku rasakan saat menatap langit. Rasanya pandangan tiba-tiba menjadi meluas. Terbuka. Lega. Dan, ada keyakinan yang muncul setelahnya. Bahwa, apapun yang terjadi kuasa Tuhan itu nyata adanya.

Bahwa Ia (Yang Maha Kuasa mengatur pergerakan semesta) akan dengan mudah membantu kita jika Ia berkehendak. Bahwa Ia ada, dan kita tidak sendirian.

Setiap kali merasa sesak, pergilah keluar. Buka jendela, dan tatap langit luas itu, dan katakan dengan penuh harap

Bismillah, aku melangkah. Bumi Allah luas, lepas. Di pandang tak berujung, di sentuh tak berbentuk.

Semua tak lagi terasa sesak, dengan namaNya.



Bogor, 28 Juni 2016
Dina Nurhayati

Rabu, 22 Juni 2016 0 komentar

Langit

Langit...
Kau nampak bersedih ya? Jangan menangis. Tahan dulu air matamu hingga gelap. Aku tau kau begitu kuat. Aku hanya memintamu untuk menahan airmata sebentar saja. Hingga saat malam tiba, saat manusia-manusia bumi sedang terlelap. Agar tangismu tidak diketahui mereka.

Langit, kau tahu? Aku juga melakukannya demikian. Aku tidak mau meneteskan airmata di depan mereka. Karena aku tidak ingin mereka mengetahui kesedihanku, lalu ikut bersedih bersamaku. Cukup diri sendiri dan Tuhan kita saja yang tahu.

Langit..
Saat aku menangis dihadapan Tuhan rasanya sungguh nikmat. Menangis yang awalnya aku kira tidak enak menjadi enak. Yang aku kira memberatkan justru malah meringankan. Tuhan mengerti bahasa apapun yang kita ucapkan. Bahkan saat kita hanya mampu berbicara dengan bahasa batin, Tuhan mengetahuinya.

Langit..
Jadi tahan dulu sebentar ya? nanti aku temani saat kau menangis. Tapi jangan bilang sama Matahari, karena kalau dia datang manusia-manusia bumi terbangun dan tangismu akan ketahuan.

Jakarta, 21 Juni 2016
Dina Nurhayati

Minggu, 05 Juni 2016 0 komentar

Memperbaiki atau Membuang?

Aku terbangun lagi, entah untuk kesekian kalinya. Suaramu menggema dalam kamarku, ah ya dering alarm ku rupanya. Bagaimana? Sikapmu masih saja menjadi yang istimewa bagiku.

Lalu, aku diserang oleh segerombolan pertanyaan. Apakah kita memperbaiki atau membuang? Bukankah tidak pantas jika kita membuang apa yang sempat dibanggakan? Membuang yang telah rusak begitu saja, seolah sampah padahal ia bernyawa dan berhati.

Dalam keheningan malam yang panjang, malam menjawab perlahan pertanyaanku.

Bagiku kita memperbaiki.
Suatu waktu lalu, ketika kita sama-sama saling mengecewakan. Bertengkar hebat, hingga memilih melangkah berjauh-jauhan. Berpaling; berhenti peduli. 

Tapi kita memperbaikinya kan?
Tidak dengan kembali, tapi dengan sesuatu yang lain. Sesuatu yang lebih hebat dari sekedar 'kembali', adalah penerimaan. Menerima bahwa kita saling menyayangi tapi juga tak bisa melupakan kekecewaan yang pernah terjadi. Menyadari sesekali ada rasa yang memaksa untuk kembali, tapi ada yang menahan untuk berhenti kembali.

Kita hanya berhenti kembali, untuk merusak lagi apa yang telah kita perbaiki. Kita masih peduli. Aku bukannya bebas merengek padamu, dan kaupun demikian?

Apa itu artinya kita membuang?
Bagiku memperbaiki tak selalu harus memiliki. Kita memperbaiki hubungan kita, saat ini. Dimana ketika kita berpapasan tak ada lagi benci yang membuat kita memalingkan wajah.

Kita memperbaiki tapi tak kembali. karena setiap kecewa memiliki dampak yang tak kasat mata. Kita paham betul bahwa tak akan berhasil dengan hubungan yang dikembalikan seperti dulu. Karena dulu kita tak memiliki rasa kecewa , masih tersimpan dengan baik disetiap sudut emosi.

Bukankah ada masa depan yang lebih penting untuk dipedulikan?

Bogor, 5 Juni 2016
Dina Nurhayati

Minggu, 24 April 2016 0 komentar

Kartini's Day

Barangkali, tulisan ini juga menjadi sebuah surat untuk diri sendiri. Mari sejenak melepaskan diri dari pro-kontra mengapa "Kartini" yang diperingati, mengapa bukan pejuang wanita yang lain atau berteriak soal feminisme.

Pernahkan sejenak menyimak apa kata ibu kartini dalam suratnya? Izinkan saya sedikit mengutipnya;

"... Sebagai seorang ibu, wanita merupakan pengajar dan pendidik yang pertama. dalam pengakuannya lah seorang anak pertama-tama belajar merasa, berpikir dan berbicara, dan dalam hal pendidikan pertama ini mempunyai arti yang besar bagi seluruh hidup anak..."

"Tangan ibulah yang dapat meletakkan dalam hati sanubari manusia unsur kebaikan atau kejahatan, yang nantinya akan sangat berarti dan berpengaruh dalam kehidupan selanjutnya. tidak begitu saja dikatakan bahwa kebaikan atau kejahatan itu diminum bersama susu ibu. Dan bagaimanakah ibu Jawa dapat mendidik anak kalau ia sendiri tidak berpendidikan?"

Pendidikan perempuan menjadi highlight menurut saya, hampir di setiap esensi suratnya. sepertinya Ibu Kartini paham betul soal pentingnya pendidikan perempuan. Karena itulah beliau berjuang, agar perempuan-perempuan pada masanya dan masa yang akan datang akan menjadi ibu yang baik dalam mendidik generasi. Tapi mengapa saat ini atasnama emansipasi, perempuan seakan dijauhkan dari semangat keibuan itu sendiri? Eh ini saya saja yang merasa atau bagaimana yaaaa..

Perempuan bekerja, perempuan berpendidikan tinggi, perempuan dapat melakukan hal-hal yang dapat dilakukan laki-laki, perempuan berkarir, perempuan sibuk mengembangkan diri, perempuan berlomba meraih prestasi. Tapi, terlena ada rahim yang dititipkan Tuhan padanya. Lupa kodrat dan lupa bahwa ada generasi-generasi yang harus dibesarkan dan di didik dari tangannya. Perempuan lupa betapa berartinya menjadi seorang ibu yang hebat bagi anak-anaknya, menjadi istri yang hormat pada suaminya. 


Perempuan saat ini mungkin sudah terlalu lelah berusaha menjadi cantik, berusaha tetap tegar dan lantang didepan publik, tapi jika ditanya bagaimana menjadi pendidik? diam tak berkutik. Barangkali saya juga salah satu diantaranya. 

 Kadang saya sendiri membayangkan kira-kira jika Ibu kita Kartini masih ada di zaman sekarang apakah beliau bangga melihat (emansipasi) yang sangat pesat saat ini ?

Entahlah. semoga tulisan ini sedikit mengetuk hati para calon ibu yang berselebrasi merayakan 'kebebasan' perempuan di hari kartini. Euforia akan emansipasi semoga tidak membuat kita lari dari tanggung jawab sebagai perempuan. Ibu Kartini tidak meminta dibebastugaskan dari kewajiban sebagai seorang istri dan ibu. Justru sebaliknya, meminta agar perempuan-perempuan muda dipenuhin haknya untuk mendapat pendidikan yang layak agar kelak lebih hebat dalam mendidik generasi penerusnya.



Sabtu, 16 Januari 2016 0 komentar

Jangan Jadikan Istirimu, jika...

Jangan jadikan aku istrimu, jika nanti dengan alasan bosan kamu berpaling pada perempuan lain.

Kamu harus tahu meski bosan mendengar suara dengkurmu, melihatmu begitu pulas. Wajah laki-laki lain yang terlihat begitu sempurnapun tak mengalihkan pandanganku dari wajah lelahmu setelah bekerja seharian.

jangan jadikan aku istrimu, jika nanti kamu enggan hanya untuk mengganti popok anakmu ketika dia terbangun tengah malam. sedang selama sembilan bulan aku harus selalu membawanya diperutku, membuat badanku pegal dan tak lagi bisa tidur sesuka-ku.

jangan jadikan aku istrimu, jika nanti dengan alasan sudah tidak ada kecocokan kamu memutuskan menjatuhkan talak padaku. kamu tahu betul, kita memang berbeda dan bukan persamaan yang menyatukan kita tapi komitmen bersama.

jangan jadikan aku istrimu, jika nanti kamu memilih tamparan dan pukulan untuk memperingatkan kesalahanku. Sedang aku tidak tuli dan masih bisa mendengar kata-katamu yang lembut tapi berwibawa.

jangan pilih aku sebagai istrimu, jika nanti setelah seharian bekerja kamu tidak segera pulang dan memilih bertemu teman-temanmu. sedang seharian aku sudah lelah dengan cucian dan setrikaan yang menumpuk dan aku tidak sempat bahkan untuk menyisir rambutku.

Anak dan rumah bukan hanya kewajibanku, karena kamu menikahiku bukan untuk jadi pembantu tapi pendamping hidupmu. Dan jika boleh memilih, aku akan memilih mencari uang dan kamu dirumah saja sehingga kamu akan tahu bagaimana rasanya.

jangan pilih aku sebagai istrimu, jika nanti kamu lebih sering di kantor dan berkutat dengan pekerjaanmu bahkan di hari minggu daripada meluangkan waktu bersama keluarga. aku memilihmu bukan karena aku tahu aku akan hidup nyaman dengan segala fasilitas yang kamu persembahkan untukku.

Harta tidak pernah lebih penting dari kebersamaan kita membangun keluarga karena kita tidak hidup untuk hari ini saja.
jangan pilih aku jadi istrimu, jika nanti kamu malu membawaku ke pesta pernikahan teman-temanmu dan memperkenalkanku sebagai istrimu.

bagiku pasangan bukan sebuah trofi atau pajangan, bukan hanya seseorang yang sedap dipandang mata. tapi menyejukkan batin ketika dunia tak lagi ramah menyapa. Rupa adalah anugerah yang akan pudar terkikis waktu, dan pada saat itu kamu akan tahu kalau pikiran dangkal telah menjerumuskanmu. 

jangan pilih aku jadi istrimu, jika nanti kamu berpikir akan menjadi pengganti jika tubuhku tak selangsing sekarang. kamu tentunya tahu kalau kami juga ikut andil besar dengan melarnya tubuhku. karena aku tidak lagi punya waktu untuk diriku, sedang kamu selalu menyempatkan diri ketika teman-temanmu mengajakmu berpetualang.

*to be continued 😪

 
;