Minggu, 24 April 2016 0 komentar

Kartini's Day

Barangkali, tulisan ini juga menjadi sebuah surat untuk diri sendiri. Mari sejenak melepaskan diri dari pro-kontra mengapa "Kartini" yang diperingati, mengapa bukan pejuang wanita yang lain atau berteriak soal feminisme.

Pernahkan sejenak menyimak apa kata ibu kartini dalam suratnya? Izinkan saya sedikit mengutipnya;

"... Sebagai seorang ibu, wanita merupakan pengajar dan pendidik yang pertama. dalam pengakuannya lah seorang anak pertama-tama belajar merasa, berpikir dan berbicara, dan dalam hal pendidikan pertama ini mempunyai arti yang besar bagi seluruh hidup anak..."

"Tangan ibulah yang dapat meletakkan dalam hati sanubari manusia unsur kebaikan atau kejahatan, yang nantinya akan sangat berarti dan berpengaruh dalam kehidupan selanjutnya. tidak begitu saja dikatakan bahwa kebaikan atau kejahatan itu diminum bersama susu ibu. Dan bagaimanakah ibu Jawa dapat mendidik anak kalau ia sendiri tidak berpendidikan?"

Pendidikan perempuan menjadi highlight menurut saya, hampir di setiap esensi suratnya. sepertinya Ibu Kartini paham betul soal pentingnya pendidikan perempuan. Karena itulah beliau berjuang, agar perempuan-perempuan pada masanya dan masa yang akan datang akan menjadi ibu yang baik dalam mendidik generasi. Tapi mengapa saat ini atasnama emansipasi, perempuan seakan dijauhkan dari semangat keibuan itu sendiri? Eh ini saya saja yang merasa atau bagaimana yaaaa..

Perempuan bekerja, perempuan berpendidikan tinggi, perempuan dapat melakukan hal-hal yang dapat dilakukan laki-laki, perempuan berkarir, perempuan sibuk mengembangkan diri, perempuan berlomba meraih prestasi. Tapi, terlena ada rahim yang dititipkan Tuhan padanya. Lupa kodrat dan lupa bahwa ada generasi-generasi yang harus dibesarkan dan di didik dari tangannya. Perempuan lupa betapa berartinya menjadi seorang ibu yang hebat bagi anak-anaknya, menjadi istri yang hormat pada suaminya. 


Perempuan saat ini mungkin sudah terlalu lelah berusaha menjadi cantik, berusaha tetap tegar dan lantang didepan publik, tapi jika ditanya bagaimana menjadi pendidik? diam tak berkutik. Barangkali saya juga salah satu diantaranya. 

 Kadang saya sendiri membayangkan kira-kira jika Ibu kita Kartini masih ada di zaman sekarang apakah beliau bangga melihat (emansipasi) yang sangat pesat saat ini ?

Entahlah. semoga tulisan ini sedikit mengetuk hati para calon ibu yang berselebrasi merayakan 'kebebasan' perempuan di hari kartini. Euforia akan emansipasi semoga tidak membuat kita lari dari tanggung jawab sebagai perempuan. Ibu Kartini tidak meminta dibebastugaskan dari kewajiban sebagai seorang istri dan ibu. Justru sebaliknya, meminta agar perempuan-perempuan muda dipenuhin haknya untuk mendapat pendidikan yang layak agar kelak lebih hebat dalam mendidik generasi penerusnya.



 
;