Senin, 26 September 2016

Takut

Beberapa orang memang pasti akan merasakan takut, rasa takut sendiri akan suatu hal. Takut, memang menjadi momok yang sangat memprihatinkan. Karena rasa takut sendiri bisa menjatuhkan dan dapat menunda kesuksesan orang tersebut, takut disini diartikan; takut mengambil keputusan.

Berbeda dengan rasa takut yang baru saya alami kemarin, tepatnya setelah saya pulang main yang bertempat di bekasi, kemudian gerimis serta hujan yang semakin deras, selang beberapa kilometer suara petir dan kilat yang menyambar-nyambar, belum lagi angin yang sangat kencang. Yang merobohkan pepohonan, kabel listrik, dan asbes atap rumah.

Ini kali pertama saya melihat hal tersebut. Takut? Ya saya sangat takut akan hal tersebut. Nangis tak henti-henti, istighfar dan membaca ayat kursi berkali-kali.

"YaRabb, sungguh aku takut akan murkamu, azabmu, serta musibah yang Engkau berikan. Jika hujan adalah berkah, maka jadikanlah hujan ini keberkahan untuk kami, jangan jadikan hujan ini musibah untuk kami. YaAllah ya Rabb ku, ampunilah kami. Manusia yang memiliki dosa yang sangat menggunung tinggi ini, karena tanpa ampunanmu aku tak berdaya. YaRabbku yaRahman yaRahim, selamatkan lah kami, jauhkan kami dari murkamu. Aamiin yaAllah". Kemudian beristighfar dan membaca ayat kursi berkali-kali.

Setiap petir dan kilat yang menyambar-nyambar aku selalu berucap
"Ampun yaAllah, aku mohon ampun".

Kemudian air mata berlinangan tak henti-henti, setiap kali kilat, halilintar serta petir itu menyambar. Tak peduli apakah orang-orang sekitar melihatku, bahkan berfikir aneh tentangku.

Kurang lebih sekitar 1 jam menunggu, agar petir, serta halilintar itu tak bergema kembali. Saya dan tuan, bergegas untuk pulang. Tapi musibah kembali, banjir yang kurang lebih lama kelamaan meninggi itu tak mampu di hindari, sempat tak percaya perkataannya, namun jika terus menunggu hingga air surut, mau sampe kapan?

Berbagai jalan ditempuh, mulai dari jalan yang ia ketahui sampai jalan yang, entah apa itu namanya..

YaRabb, musibah kembali. Rumah ia kebanjiran. Alhamdulillah ada orang dirumahnya yang mampu menyelamatkan barang berharga mereka.

Turut sedih, ingin bantu, tapi bingung apa yang harus dilakukan. Hingga akhirnya menunggu di luar menjadi sarana yang digunakan. Apa yang ia lakukan di dalam? Entah, aku tak mampu menduga-duga. Yang pasti tak lama kemudian saya melihat motor yang keluar dari rumahnya, ya dia.. Di sela musibah yang terjadi di keluarga bahkan di rumahnya, ia masih sempat-sempatnya memikirkanku.

Ia mengantarkanku pulang kerumah, melewati jalan yang aku pun baru mengetahuinya saat itu.

Terimakasih untuk tuan, yang bersedia menenangkanku. Tak henti-hentinya mengelus bahuku, meminta bantuanku untuk terus berdoa. Menjagaku.

Terimakasih tuan, aku tak tahu harus berkata apa padamu. Aku menyayangimu, dan aku telah jatuh hati padamu.

Jakarta, 26 september 2016
Dina Nurhayati

0 komentar:

 
;