Rabu, 25 Februari 2015

Kepada Fajar

Selamat pagi, fajar! Jangan segera meninggi, aku lebih mencintaimu yang mengintip malu-malu diantara gugusan tulang-tulang daun pinus. Cahayamu menjari, menembus tanah hutan yang basah. Ia menyapa hangat batang-batang lembut para cendekiawan, memeluk mereka yang pucat dan yang pekat. Kau mencintai bumi dengan pelan dan sunyi, tak ramai, tak terang, tapi begitu dirindukan burung-burung dan embun yang muncul. Kau begitu yang mengingatkan ku pada para pecinta yang memilih diam dalam menikmati perasaannya. Mereka, malu-malu mencintai, rindu dan cemburu. Mereka khatam soal perih akibat luka, dari yang biasa hingga semena-mena. Mereka khatam soal dipukultelak kenyataan yang tak selalu baik. Mereka tangguh hangat ketika orang yang dicintainya masih jauh terlelap. Mereka belajar rela setiap harinya.

Fajar adakah yang lebih pijar darimu setiap paginya? Adakah yang lebih tabah darimu yang mengalah ketika matahari siang mulai  menjajah langit yang menyengat para pejuang gagah berbekal peluh yang tak mau kalah?

Kepadamu fajar, hingga pagi ini aku mengagumimu. Lengkap dengan semua yang ada di siang dan malamku.

Jakarta, 25 Februari 2015 | @dinanurhayatii

0 komentar:

 
;