Ada satu hal yang sepertinya luput dari perhatian para cybertroops. Mungkin
kedengarannya sotoy, sok tahu, sok ye, tapi biarlah, hari ini saya memang
sedang ingin sedikit berbusa-busa membicarakan apa yang juga sedang
dibusa-busakan orang. Biar ikut mainstream. Biar postingan saya ga melulu soal
perasaan.
"Sebagaimana keadaanmu, begitulah pula munculnya pemimpin-pemimpin di
antaramu."
Kalimat di atas bukan quote saya. Itu sabda Nabi.
Adakah korelasinya? Tentu saja ada. Rakyat jelata seperti kita sering latah menunjuk-nunjuk hidung para pemimpin, menghakimi ini dan itu,
melegitimasi mereka sebagai biang kenestapaan negeri ini. Iya juga sih,
seringkali kita menemukan barisan pemimpin yang serakah, lalai, dan suka
jalan-jalan ke luar negeri atas nama studi banding, pake duit rakyat. Tapi
semoga saat menunjuk hidung orang lain, kita pun tidak lupa menunjuk hidung dan
jidat kita sendiri.
Pemimpin adalah sebenar-benar cermin dari rakyatnya, sebab sebelum didaulat
menjadi pemimpin, ia juga rakyat biasa, kan? Apalagi dalam praktik demokrasi
seperti ini, mereka yang terpilih adalah cermin dominasi kualitas rakyatnya.
Maka kadang logika saya terbalik. Mujurlah para kandidat yang tidak terpilih.
Itu tandanya, ia tidak sebagaimana rakyatnya. Hehe.
“Sesungguhnya di antara hikmah Allah Ta’ala dalam keputusan-Nya
memilih para raja, pemimpin dan pelindung umat manusia adalah sama dengan
amalan rakyatnya bahkan,
"Perbuatan rakyat seakan-akan adalah cerminan dari pemimpin dan
penguasa mereka. Jika rakyat lurus, maka akan lurus juga penguasa mereka. Jika
rakyat adil, maka akan adil pula penguasa mereka. Namun, jika rakyat berbuat
dzalim, maka penguasa mereka akan ikut berbuat dzalim. Jika tampak tindak
penipuan di tengah-tengah rakyat, maka demikian pula hal ini akan terjadi pada
pemimpin mereka. Jika rakyat menolak hak-hak Allah dan enggan memenuhinya, maka
para pemimpin juga enggan melaksanakan hak-hak rakyat dan enggan menerapkannya.
Jika dalam muamalah rakyat mengambil sesuatu dari orang-orang lemah, maka
pemimpin mereka akan mengambil hak yang bukan haknya dari rakyatnya serta akan
membebani mereka dengan tugas yang berat.”
Setiap yang rakyat ambil dari orang-orang lemah maka akan diambil pula oleh
pemimpin mereka dari mereka dengan paksaan.” [Ibnu Qayyim Al-Jauziyah]
Semoga Bapak-Bapak capres-cawapres beserta jajaran troops-nya pernah
membaca sabda Nabi di atas, bahkan bila perlu membaca pula nasehat panjang Ibnu
Qayyim. Biar ada misi penyelamatan moral bangsa yang disematkan dalam
pidato-pidato mereka. Paling tidak, mereka tampak peduli dengan berbagai
kemaksiatan yang merata di kalangan masyarakat. Minimal, mereka ikut miris
dengan kasus sodomi di Sukabumi dan prostitusi di Surabaya.
Saya sih yakin sampe 7 turunan bahwa mereka tidak mengenal rakyat jelata
yang menuliskan ini. Hehe. Jadi mungkin, harapan saya lebih mirip pepesan
kosong yang entah bagaimana caranya sampai ke telinga mereka, bahkan mengurat
nadi menjadi nafas perjuangan mereka. Kedengerannya mustahil emang. Tapi
biarlah. Semoga itu menjadi bagian dari doa. Doa orang yang terdzalimi itu
makbul, katanya. Bukankah kita ini rakyat jelata yang merasa
terdzalimi? Jika iya, maka banyak-banyak saja berdoa, daripada sibuk mencemooh
dan menghembuskan citra orang lain. Dan kepada Bapak Capres-Cawapres, jika pun
ada rakyat yang merasa terdzalimi, kemudian berdoa, jangan kemudian lupa bahwa
doa pemimpin yang adil pun diijabah, Pak. Tidakkah Anda iri?
Jika timbul kegalauan bahwa pemimpin kita jauh dari kata IDEAL, maka
bolehlah kita juga sedikit menerawang kepada yang lebih dekat. Jangan-jangan
karena kita memang pantas dipimpin oleh orang-orang semacam itu, yang kita cemooh sepanjang hari, yang menjadi bahan pencitraan di setiap sudut
media massa.
Ingatkah kita dengan kata-kata Omar II, yang tidak lain ialah ‘Umar bin
Abdul Aziz. Satu dari dua ‘Umar hebat yang pernah terekam sejarah. Dalam sebuah
pidatonya di atas mimbar,
"Aku berwasiat kepada kalian agar kalian bertakwa kepada Allaah, sebab
ketakwaan akan memberikan akibat yang baik dalam setiap hal."
Kemudian dengan suara dan partitur lirik yang lebih harmoni dan menghunjam
urat nadi, ia menutup pidatonya dengan,
"Wahai Saudaraku sekalian, taatilah aku selama aku memerintahkan
kalian untuk menaati Allaah. Namun jika perintahku mendurhakai-Nya, maka
sedikitpun kalian tidak boleh taat kepadaku dalam hal itu."
Saya percaya, masih ada hati yang merindukan pidato semacam itu menggema di
atas mimbar-mimbar para pemimpin negeri.
0 komentar:
Posting Komentar