Jumat, 13 Juni 2014

Memantaskan Diri


Sebab ternyata, memantaskan diri bukan hanya untuk urusan jodoh. Bahkan kepemimpinan pun adalah soal memantaskan diri. Maka sudahlah tepat jika kita lebih sering menunjuk-nunjuk hidung sendiri. Mengintrospeksi diri. Mengoreksi akidah, akhlak, dan muamalah keseharian kita. Kemudian bertanya kepada diri sendiri, “Sudahkah pantas kita dipimpin oleh orang-orang yang mulia?”

Ada satu hal yang sepertinya luput dari perhatian para cybertroops. Mungkin kedengarannya sotoy, sok tahu, sok ye, tapi biarlah, hari ini saya memang sedang ingin sedikit berbusa-busa membicarakan apa yang juga sedang dibusa-busakan orang. Biar ikut mainstream. Biar postingan saya ga melulu soal perasaan.

"Sebagaimana keadaanmu, begitulah pula munculnya pemimpin-pemimpin di antaramu."

Kalimat di atas bukan quote saya. Itu sabda Nabi.
Adakah korelasinya? Tentu saja ada. Rakyat jelata seperti kita sering latah menunjuk-nunjuk hidung para pemimpin, menghakimi ini dan itu, melegitimasi mereka sebagai biang kenestapaan negeri ini. Iya juga sih, seringkali kita menemukan barisan pemimpin yang serakah, lalai, dan suka jalan-jalan ke luar negeri atas nama studi banding, pake duit rakyat. Tapi semoga saat menunjuk hidung orang lain, kita pun tidak lupa menunjuk hidung dan jidat kita sendiri.
Pemimpin adalah sebenar-benar cermin dari rakyatnya, sebab sebelum didaulat menjadi pemimpin, ia juga rakyat biasa, kan? Apalagi dalam praktik demokrasi seperti ini, mereka yang terpilih adalah cermin dominasi kualitas rakyatnya. Maka kadang logika saya terbalik. Mujurlah para kandidat yang tidak terpilih. Itu tandanya, ia tidak sebagaimana rakyatnya. Hehe.

“Sesungguhnya di antara hikmah Allah Ta’ala dalam keputusan-Nya memilih para raja, pemimpin dan pelindung umat manusia adalah sama dengan amalan rakyatnya bahkan,

"Perbuatan rakyat seakan-akan adalah cerminan dari pemimpin dan penguasa mereka. Jika rakyat lurus, maka akan lurus juga penguasa mereka. Jika rakyat adil, maka akan adil pula penguasa mereka. Namun, jika rakyat berbuat dzalim, maka penguasa mereka akan ikut berbuat dzalim. Jika tampak tindak penipuan di tengah-tengah rakyat, maka demikian pula hal ini akan terjadi pada pemimpin mereka. Jika rakyat menolak hak-hak Allah dan enggan memenuhinya, maka para pemimpin juga enggan melaksanakan hak-hak rakyat dan enggan menerapkannya. Jika dalam muamalah rakyat mengambil sesuatu dari orang-orang lemah, maka pemimpin mereka akan mengambil hak yang bukan haknya dari rakyatnya serta akan membebani mereka dengan tugas yang berat.”
Setiap yang rakyat ambil dari orang-orang lemah maka akan diambil pula oleh pemimpin mereka dari mereka dengan paksaan.” [Ibnu Qayyim Al-Jauziyah]
Semoga Bapak-Bapak capres-cawapres beserta jajaran troops-nya pernah membaca sabda Nabi di atas, bahkan bila perlu membaca pula nasehat panjang Ibnu Qayyim. Biar ada misi penyelamatan moral bangsa yang disematkan dalam pidato-pidato mereka. Paling tidak, mereka tampak peduli dengan berbagai kemaksiatan yang merata di kalangan masyarakat. Minimal, mereka ikut miris dengan kasus sodomi di Sukabumi dan prostitusi di Surabaya.

Saya sih yakin sampe 7 turunan bahwa mereka tidak mengenal rakyat jelata yang menuliskan ini. Hehe. Jadi mungkin, harapan saya lebih mirip pepesan kosong yang entah bagaimana caranya sampai ke telinga mereka, bahkan mengurat nadi menjadi nafas perjuangan mereka. Kedengerannya mustahil emang. Tapi biarlah. Semoga itu menjadi bagian dari doa. Doa orang yang terdzalimi itu makbul, katanya. Bukankah kita ini rakyat jelata yang merasa terdzalimi? Jika iya, maka banyak-banyak saja berdoa, daripada sibuk mencemooh dan menghembuskan citra orang lain. Dan kepada Bapak Capres-Cawapres, jika pun ada rakyat yang merasa terdzalimi, kemudian berdoa, jangan kemudian lupa bahwa doa pemimpin yang adil pun diijabah, Pak. Tidakkah Anda iri?
Jika timbul kegalauan bahwa pemimpin kita jauh dari kata IDEAL, maka bolehlah kita juga sedikit menerawang kepada yang lebih dekat. Jangan-jangan karena kita memang pantas dipimpin oleh orang-orang semacam itu, yang kita cemooh sepanjang hari, yang menjadi bahan pencitraan di setiap sudut media massa.
Ingatkah kita dengan kata-kata Omar II, yang tidak lain ialah ‘Umar bin Abdul Aziz. Satu dari dua ‘Umar hebat yang pernah terekam sejarah. Dalam sebuah pidatonya di atas mimbar,
"Aku berwasiat kepada kalian agar kalian bertakwa kepada Allaah, sebab ketakwaan akan memberikan akibat yang baik dalam setiap hal."
Kemudian dengan suara dan partitur lirik yang lebih harmoni dan menghunjam urat nadi, ia menutup pidatonya dengan,
"Wahai Saudaraku sekalian, taatilah aku selama aku memerintahkan kalian untuk menaati Allaah. Namun jika perintahku mendurhakai-Nya, maka sedikitpun kalian tidak boleh taat kepadaku dalam hal itu."
Saya percaya, masih ada hati yang merindukan pidato semacam itu menggema di atas mimbar-mimbar para pemimpin negeri.



@dinanurhayatii

0 komentar:

 
;