Sabtu, 22 November 2014

Belajar Kehidupan


Sudah sebulan lamanya tinggal di jakarta, sedih melihat saudara semuslim yang sangat kekurangan.

Pagi, sekitar pukul 07.00 saat saya sedang melakukan perjalanan untuk berangkat bekerja, saya melihat seorang ibu beserta anak perempuannya sedang mengubek-ubek tong sampah, mencari gelasan demi gelasan atau botol minuman atau bahkan kaleng minuman dan lainnya, untuk menghidupi kebutuhan setiap harinya, hanya demi sesuap nasi. Karung yang dibawanya pun penuh dengan puluhan botol serta kaleng minuman tak bisa membayangkan betapa beratnya karung tersebut, terlebih anak perempuannya yang sepertinya seumuran anak kelas 3 SD sedanag membawa karung yang berisi sampah kaleng dan botol-botol minuman tersebut. Tak tega, sangat tak tega melihatnya. Seketika keluar lah air dari sudut mataku, deras.. sangat deras..

Lalu, saat pulang dari kantor. Tak jauh dari tempat kantor, saya melihat seorang bapak tua yang setiap harinya ia menjadi tukang parkir sedang mengubek-ngubek tong sampah juga. Seketika saya menangis saat melihat bapak tersebut makan, makanan yang ia ambil dari tong sampah.
YaAllah betapa kekurangannya saudara muslim di negriku, sehingga makanan yang dimakan olehnya sangat tak layak disebut makanan.

Pun, seorang kakek tua yang sedang mengais gerobak mejual abu gosok yang mungkin sudah tidak ada lagi masyarakat yang menggunakannya.

Beberapa hari setelahnya, saat saya sedang berjalan menuju salah satu halte transjakarta. Saya bertemu dengan seorang anak kecil yang  masih memakai baju seragam sekolah. Menawarkan tissu kepada saya, saya ajak dia duduk bersama saya di sebuah halte yang tak jauh dari halte transjakarta. Saya berbincang-bincang dengannya cukup lama sehingga tak kusangka keluarlah air pada kedua pulupuk mata ini.

Mengapa begitu? Karena saat saya berbincang dengan anak laki-laki tersebut saya teringat oleh adik saya sendiri yang memang masih bersekolah, saya membayangkan bagaimana kalau adik saya yang berada diposisinya. “YaAllah kuatkan ia, tabahkan hatinya untuk menjalani kehidupan ini L” ia hanya menawarkan 1 buah tissu yang dijualnya seharga 9000 untuk ongkos ia pulang kerumah dan sebagiannya ditabung untuk membeli baju batik sekolahnya.

Sungguh, sedih sekali melihat realita kehidupan saudara semuslim kita, yang sangat jauh dari kehidupan yang layak. Saat ini kita bisa tidur dengan nyaman dan layak, bisa makan dengan makanan yang enak, bisa pergi berlibur, bahkan bisa melakukan sesuatu yang kita mau dengan segala kelebihan harta yang kita miliki. Tapi tidakkah kita lihat, masih sangat banyak saudara-saudara kita yang sangat kekurangan, hidup digaris kemiskinan yang menurut saya sangat benar-benar miskin, karena untuk makan saja mesti mencarinya dari tong sampah.

Atau bahkan seorang anak yang seharusnya berfokus hanya pada sekolahnya, kini ia harus mengais rupiah demi rupiah saat ia sebelum atau sepulang sekolah. Atau yang lebih parahnya lagi mereka terancam putus sekolah. Dimanakah hati nurani kita sebenarnya?

Atau bahkan kita melihat seorang kakek atau nenek, yang seharusnya di masa tua mereka dapat hidup dengan segala kebutuhan yang layak. Tapi, fakta yang selalu kita lihat saat ini, mereka masih saja bersusah payah hanya demi sesuap nasi, penghasilan yang didapatkan dengan energi yang ia keluarkan sangat tidak sebanding.


Disini, saya belajar arti sebenarnya kehidupan dan saya dapat memasuki kehidupan orang lain, belajar merasakan ada pada posisi mereka dan membantunya dengan suatu hal yang saya punya. Dibalik rezeki yang diberikan olehNya ada bagian untuk mereka yang sangat membutuhkan. Karena hidup tak hanya untuk memikirkan diri sendiri, tetapi ada hak orang lain yang harus kita bagi.



@dinanurhayatii

1 komentar:

DIARY KK mengatakan...

Makasih udah menyadarkan aku!

 
;