Minggu, 23 November 2014

Bapak



Lambaian nyiur menyiratkan angin yang tak pelan sedang menyapa
Dibawah pohon kita duduk memangku sepi
Ada rindu tersesap lewat aroma teh kampung
Ada cinta yang termaktup lewat suapan nastar.

Wajah senjamu, tak sesenja senja hari ini
Dimana ia menua dalam jingga tanpa ampun
Ku telusuri pemikiranmu lewat mata sayumu
Kulitmu mulai luruh dimakan waktu
Adalah rambutmu menuai suci warna awan yang bijak.

Bapak..
Diammu memainkan khawatir dalam sanubari
Akankah masa studiku kau ungkit?
Akankah skripsi ku kau ulas?
Tak ada kata, hanya irama alam sore khas kampung yang ku tangkap, hingga malam mengantar gemintang. Hanya senyap yang pisahkan kebersamaan dibawah was-was.

Bapak..
Apa kau tahu?
Lelehan waktu ini begitu ku jaga
Desir angin ini ingin ku rangkum
Dalam memori tentang “mengertimu”.

Ah..
Aku memang belum jadi insinyur
Bahkan mimpiku ku pun telah menguap bersama bara tungku perapian
Lalu apa yang bisa aku persembahkan untukmu?

Ku tahu bahasa diammu adalah pemakluman
Ku tahu dalam naluri kebapak-an mu
Kau tak mau menyentuh zona rahasiaku
Ku tahu dalam seruput teh mu kau sembunyikan rasa penasaranmu
Ku paham dalam suapan nastar itu kau sisipkan tabah
Ku tahu dalam bahasa tubuhmu kau doakan sukses ku.

Tolonglah terus sehat!

Karena aku ingin mempersembahkan kesuksesanku untukmu.





@dinanurhayatii

0 komentar:

 
;