Lambaian nyiur menyiratkan angin yang
tak pelan sedang menyapa
Dibawah pohon kita duduk memangku sepi
Ada rindu tersesap lewat aroma teh
kampung
Ada cinta yang termaktup lewat suapan
nastar.
Wajah senjamu, tak sesenja senja hari
ini
Dimana ia menua dalam jingga tanpa ampun
Ku telusuri pemikiranmu lewat mata
sayumu
Kulitmu mulai luruh dimakan waktu
Adalah rambutmu menuai suci warna awan
yang bijak.
Bapak..
Diammu memainkan khawatir dalam sanubari
Akankah masa studiku kau ungkit?
Akankah skripsi ku kau ulas?
Tak ada kata, hanya irama alam sore khas
kampung yang ku tangkap, hingga malam mengantar gemintang. Hanya senyap yang
pisahkan kebersamaan dibawah was-was.
Bapak..
Apa kau tahu?
Lelehan waktu ini begitu ku jaga
Desir angin ini ingin ku rangkum
Dalam memori tentang “mengertimu”.
Ah..
Aku memang belum jadi insinyur
Bahkan mimpiku ku pun telah menguap
bersama bara tungku perapian
Lalu apa yang bisa aku persembahkan
untukmu?
Ku tahu bahasa diammu adalah pemakluman
Ku tahu dalam naluri kebapak-an mu
Kau tak mau menyentuh zona rahasiaku
Ku tahu dalam seruput teh mu kau
sembunyikan rasa penasaranmu
Ku paham dalam suapan nastar itu kau
sisipkan tabah
Ku tahu dalam bahasa tubuhmu kau doakan
sukses ku.
Tolonglah terus sehat!
Karena aku ingin mempersembahkan
kesuksesanku untukmu.
@dinanurhayatii
0 komentar:
Posting Komentar