Minggu, 05 Juni 2016

Memperbaiki atau Membuang?

Aku terbangun lagi, entah untuk kesekian kalinya. Suaramu menggema dalam kamarku, ah ya dering alarm ku rupanya. Bagaimana? Sikapmu masih saja menjadi yang istimewa bagiku.

Lalu, aku diserang oleh segerombolan pertanyaan. Apakah kita memperbaiki atau membuang? Bukankah tidak pantas jika kita membuang apa yang sempat dibanggakan? Membuang yang telah rusak begitu saja, seolah sampah padahal ia bernyawa dan berhati.

Dalam keheningan malam yang panjang, malam menjawab perlahan pertanyaanku.

Bagiku kita memperbaiki.
Suatu waktu lalu, ketika kita sama-sama saling mengecewakan. Bertengkar hebat, hingga memilih melangkah berjauh-jauhan. Berpaling; berhenti peduli. 

Tapi kita memperbaikinya kan?
Tidak dengan kembali, tapi dengan sesuatu yang lain. Sesuatu yang lebih hebat dari sekedar 'kembali', adalah penerimaan. Menerima bahwa kita saling menyayangi tapi juga tak bisa melupakan kekecewaan yang pernah terjadi. Menyadari sesekali ada rasa yang memaksa untuk kembali, tapi ada yang menahan untuk berhenti kembali.

Kita hanya berhenti kembali, untuk merusak lagi apa yang telah kita perbaiki. Kita masih peduli. Aku bukannya bebas merengek padamu, dan kaupun demikian?

Apa itu artinya kita membuang?
Bagiku memperbaiki tak selalu harus memiliki. Kita memperbaiki hubungan kita, saat ini. Dimana ketika kita berpapasan tak ada lagi benci yang membuat kita memalingkan wajah.

Kita memperbaiki tapi tak kembali. karena setiap kecewa memiliki dampak yang tak kasat mata. Kita paham betul bahwa tak akan berhasil dengan hubungan yang dikembalikan seperti dulu. Karena dulu kita tak memiliki rasa kecewa , masih tersimpan dengan baik disetiap sudut emosi.

Bukankah ada masa depan yang lebih penting untuk dipedulikan?

Bogor, 5 Juni 2016
Dina Nurhayati

0 komentar:

 
;