Jumat, 29 Juli 2016

Hanya Tak Mengimbangi

Kepadanya yang telah jauh meninggalkanmu, yang telah menjadi patah hati terbaikmu, yang telah menjadi penyesalan terhebatmu, juga telah bertitle sebagai mantan terindahmu.

Mungkin kau hanya tak habis pikir, mengapa waktu itu ia memutuskanmu. Kecewa, jelas. Marah, apalagi. Penasaran, tentu saja. Apalagi ketika dia meninggalkanmu tanpa banyak kata-kata. Ternyata rengekanmu tak berarti banyak untuk menunda kepergiannya. Hanya saja beda dari yang lain, ia pergi dengan begitu senyap dan sopan, meninggalkan kesan yang berbeda dikepala.

Kau sebut dia bajingan? Silahkan. Kau sebut dia kurang ajar? Hakmu. Kau sebut dia tak berperasaan? Mulutmu bebas mengatakan apa saja. Tetapi, dia tetap saja orang baik di matamu. Tak kurang dan tak lebih. Sikapnya biasa saja dan tak macam-macam padamu. Rasanya tak ada jejak dosa yang menapak di tubuhmu karena perlakuannya. Tak ada beban moral yang di tinggalkannya, semenjak hari kepergian itu datang. Sakit hatimu padanya hanya manifestasi rasa sayang yang mungkin sudah terlanjur dalam, namun seketika saja tercabut paksa. Siapa yang tak tahu rasanya?

Bila memang ia tak baik, kenapa tidak kau maafkan saja lalu cari yang terbaik menurut versimu? Oh tidak, ternyata bayangnya masih saja menaungi kekosongan hatimu. Antara cinta dan benci hanya selaput tipis yang membatasi, kita sepakati saja itu rindu. Semenjak ia berlalu, belum ada lagi tempat baru untuk hatimu mengadu.

Kurang baik apa aku?, Kurang perhatian apa aku?, Kurang sayang apa aku?. Dan mungkin masih ada sejuta pertanyaan pembelaan diri lain yang tentu saja menjadi hak setiap individu. Seperti yang biasa terjadi, kalau kita semua jatuh miskin, siapa yang kira-kira yang pertama di salahkan? Presiden, kan? Ya, itu hak prerogratif siapa saja.

Bila memang segala penilaian jadi negatif buatmu, silahkan saja. Itu hakmu. Maki-maki saja dalam hatimu, sepuasmu, mungkin sebagian dunia juga harus tahu. Tapi ingat, itu takkan membuatmu menjadi lebih baik. Juga, bagaimana jika dunia tak peduli bahkan tak berpihak padamu? Tinggalah dirimu yang menyesali, hingga akhirnya diam, lalu meratapi apa yang terjadi.

Sudahlah..

Bisa jadi kau baik, bisa jadi ia pun baik. Tak ada yang berniat buruk, begitupun tak ada sesuatu yang benar-benar buruk terjadi. Masih melodrama yang terjadi dikalangan remaja, tentu juga tak membuat bumi menjadi kiamat serta merta. Harimu masih berjalan, esokpun akan menanti. Mentari dan senja pun masih datang silih berganti. Koreksilah dirimu berkali-kali. Barangkali terlalu banyak pembelaan diri, takkan pernah mendewasakan pribadi.

Mungkin semua ini karena tak berimbang saja. Kau tak mampu mengimbanginya, begitupun ia padamu. Kau mungkin mampu membayangkan, bagaimana suatu hubungan yang melaju menuju ke jenjang yang lebih tinggi namun tak menemukan keseimbangan?

Oleng..

Ya, mungkin begitu. Salah satu dari kalian yang memberatkan yang lain. Frekuensi yang berbeda, yang selama ini terlalu lelah untuk dipaksakan, pun mungkin saja belum menemukan jalan tengah terbaik yang diinginkan. Siapapun akan berkoban, entah kau ataupun dia untuk saling menemukan jawaban itu. Bersikap mau mengalah itu penting, tapi terlalu sering mengalah itu menyakitkan.

Mungkin saja ini jalan terbaik. Pengalaman terhebat untuk memperingatkan bahwa menjadi sosok yang apa adanya itu penting, tapi senantiasa menjadi yang terbaik itu juga utama. Menjadi apa adanya tapi tak belajar apa-apa tentu saja sebuah kebodohan. Tentu, secara harfiah, "tak ada orang yang benar-benar menerima 'apa adanya'" bukan?. Cetak birunya, kau mungkin telah menjadi apa adanya karena anugerah Tuhan yang telah diberikan. Tetapi, tetap saja kau harus menjadi yang terbaik menurut versimu. Belajar, dan berusaha untuk menambah level kemampuanmu, meraih mimpi dan targetmu, pun meningkatkan kedewasaan bersikapmu.

Dia baik, kaupun baik. Hanya saja kala itu mungkin tak berimbang. Juga yang dipaksakan tentu tak bagus. Maka sejak ini kau harus mempersiapkan yang terbaik untuk kedatangan orang yang terbaik. Tersenyumlah, lalu mulai perbaiki diri. Suatu saat, kau harus mampu mengimbangi yang datang nanti.

0 komentar:

 
;