Minggu, 24 Juli 2016

Hilang

Apa harus tersesat dulu, agar ditemukan?

Apa cinta harus berteriak agar didengar? Semenjak kepergianmu, setangkup asa merintih ingin kembali. Mencintainya membuat asa punya nama; nama yang tak lekat, namun teringat setiap kali jejak kaki ingin selangkah lagi pergi.

Ada banyak yang tak mengerti, semenjak hati menancap pada satu sisi harapan yang tak sesuai kenyataan. Mereka yang mengaku mengenalku cukup jauh, lebih jauh dari umur cinta yang aku besarkan seorang diri. Mereka yang hendak menjadi seorang hakim, memukul keras palu, membangunkanku disetiap kali mata terpejam, hanyut dalam keinginan-keinginan yang tak berimbang dengan kemampuan. Beberapa kali aku sadar. Beberapa kali tak sadarkan diri. Setidaknya harapan ini sederhana. Sesederhana setangkai benalu yang ingin di anggap bukan hanya sebagai pengganggu, tapi juga seperti tanaman yang hidup seperti yang lainnya.

Apa harus tersesat agar ditemukan?

Apa bedanya pergi tanpa tujuan, dengan jatuh cinta tanpa harapan? Mungkin memang dengan tersesat, akan ada yang berusaha untuk menemukan. Tapi nanti, setelah ia menyadari ada yang hilang. Setelah ia menyadari ada yang kurang. Nanti, setelah ia menghitung-hitung, dan mendapatkan kerugian karena adanya kekurangan. Lantas, bila ia tak ada kerugian maka yang hilang akan terabaikan, semakin hilang, dan tak pernah ditemukan.

Ia yang hilang, kemudian menunggu sesuatu yang tak kunjung datang. Pada hakikatnya, tersesat memang untuk ditemukan. Tapi bukan berarti oleh dia yang di harapkan, melainkan pasti oleh dia yang ditakdirkan. Sebab hilang dan menemukan serupa selembar uang kertas yang jatuh dijalan. Yang kemudian kau cari, dan tak kau temukan. Ia tertiup angin hingga jauh, dan jatuh pada ia yang butuh. Bila kau jadi pemilik uang, ikhlaskan. Bila kau jadi selembar uang, kau adalah sedekah. Berbahagialah.

Bogor, 24 Juli 2016
Dina Nurhayati

0 komentar:

 
;