Senin, 15 September 2014

Senja Tenggelam

Rindu kini sudah tak lagi terbalas. Ia hanya dapat mengendap didasar hati pemiliknya. Menumpuk. Jenuh dan menjemukkan.

Ada rasa yang sedemikian lamanya terpendam tanpa diutarakan. Substansi yang seringkali dianggap kecil dan spele, namun diam-diam dapat meluluhlantahkan hati dan perasaan. Ukurannya yang bahkan dapat mendekati atom pun memiliki efek yang sedemikian besar. Dan, ia diam-diam menumpuk, menimbulkan obstruksi pada ruang jalur penghubung jalur hati itu, siap-siap ruptur. Iya, baiknya kita berhati-hati sebab demikian dahsyatnya ia menyerang bak serangan jantung.

Jeda diantara dua masa itu agaknya menjadi periode tempat otak berpikir : "Ada apa dengan kita?"

Pasalnya tegur sapa yang hampir tiada menjadi isyarat bahwa sejatinya frekuensi sudah tak lagi sama. Jarak yang sedemikian membentang, bahkan semakin memisahkan.

"Aku lelah, tapi aku tak ingin menyerah..." Senja berkata pada dirinya sendiri.

Senja berkontemplasi. Ia berusaha mencerna dan menggali rasa yang selama ini berdalih tenggelam. Sembari mengusap peluh dan memandang alam dengan penuh isyarat, ia butuh isyarat dari alam. Ia butuh nirantara untuk membasahi permukaan hatinya yang semakin mengering, di panasi oleh ketidakpedulian.


***

"Jadi bagaimana?" Lelaki bernama Fajar itu menghela nafas di sebrang. Suara helanya amat menggema dalam telinga Senja. Senja bisa rasakan duka yang terdispersi dalam helanya. 

"Harus berhenti"
Hanya itu yang ditangkap oleh Senja. Selebihnya sudah Senja lumat-lumat perlahan untuk ditelan oleh dirinya sendiri. Semakin ia telan, semakin ia tahu rasanya menelan duri. 

"Hanya itu?" Senja menahan suara paraunya.


***

Mungkin, yang sampai hari ini dihadapan Senja sudah tak dapat ia genggam lagi dengan erat. yagn sampai hari ini di hadapan Senja, hanya dapat ia pandang dari sudut matanya yang sempit. 

Senja tak pernah tahu, di sudut dunia lain, seseorang yang selama ini ia nantikan wujudnya, diam-diam mulai memindahkan hatinya ke sudut lain. Ada juang yang Senja kubur dalam-dalam. Senja, seperti untaian aksara dalam elegi.

Ada jingga baru, yang Fajar pilih untuk mengisi jurnal hidupnya. Ada jingga baru, yang ingin Fajar bagi separuh hidupnya. Ada jingga baru, yang ingin Fajar persembahkan separuh jiwanya, seluruh raganya. Ada jingga baru yang Fajar ingin agar ia dapat melengkapi hidupnya, dan tentu saja bukan Senja.

Fajar dan Aruna. Dua insan yagn bersatu melalui jingga. Sementara Senja, tenggelam dalam jingga yang ia cintai sendiri.



@dinanurhayatii 

0 komentar:

 
;