Kamis, 04 September 2014

Tentang Senja

Engkau mengerti tentang kegundahanku yang tak tampak. Seperti pasir-pasir kecil yang kusembunyikan dalam genggaman. Melukai, namun tak sampai hati kulepaskan 
Aku sempat hidup dalam gelap. Melumat dalam rumitnya kisahmu. Yang diam-diam melingkar di pusaran kehidupanku. Namun, bukankah kehilangan itu selalu ada? dan bahagia hanya berarti bila ia sementara? apakah begitu sejatinya hidup menawarkan pada kita?

Aku pernah ingin selalu bisa melihat cahaya dan menawan kembali hangat yang terlupa. Dibalik matamu yang sayu dan dendang-dendang suaramu. Terlampau jarang kau saksikan lagi senja ini, katamu akhirnya. Aku menunduk, kubiarkan aksaramu menumbuhkan sebait rahasia. 

Selama poros ini berputar, disana ada yang tak bisa kita capai. Dia berdiri dan mengibarkan jingga, disana pula ada yang tak kuasa kau ungkap. Tentang mendung dan bangau-bangau kertas yang kau gantungkan di udara. Aku memahami do’a-do’amu. Kau pintal dengan pita harapan yang tak terkira panjangnya. Aku tersenyum, lalu engkau lekas menjauhi tawa dalam pigura kita. Di sudut petang, tangan-tangan malam menjemputmu pulang. Dan aku terpaksa menikmati waktu yang tersisa. Sendirian.

Apa kau takut? Tanyaku dalam gemetar. Tidak.  Dan engkau menguap begitu saja. Sebenarnya, mungkin terkadang aku yang diam-diam mulai takut. Kalut membawamu dalam diam. Nyatanya itu membuatku kesakitan. Maka dari itu, maaf. Bila kujelang pagi tanpa pernah lagi menoreh namamu. Embun terlalu dingin. Membiru-hitamkan harapan yang memupus di genggaman.

Harusnya aku telah cukup bahagia. Tanpa harus bertanya kemana kunang-kunang menebarkan cahayanya. Entah dengan apa aku berlari mengejar. Sedang musim tak pernah menanti. Dan aku telah ingin pergi, tanpa harus bercerita. Rohku pernah mencintamu. Takkan kuasa tinta ini menoreh sempurna buncah-buncahku dulu. Dan menutup cela yang ada


Tenanglah, kita akan baik-baik saja dalam rengkuhan Tuhan. Selamanya kan berputar bagai kenangan yang tersimpan. Dalam kedalaman sayu matamu, namun hangat itu kini tak lagi kuimpikan. Sekalipun kau kirimkan padaku senja dan angin yang lembut. Yang tak pernah beriringan. Tak pula bersimpangan. Kau sudah menutup buku ceritaku.


@dinanurhayatii

0 komentar:

 
;