Ketika
pagi hari telah ditemui lagi, pertanyaan serupa masih melingkar dipusaran fajar
yang berotasi hingga habis petang.
"Bagaimana
skripsi-nya?"
Seorang sahabat bercerita kepada saya
pagi-pagi sekali perihal keresahannya. Ibarat sebuah obat, semangat ini
menyembuhkan, memberi suntikan-suntikan fikiran positif. Namun disisi lain, obat
tetaplah obat, efek samping yang ditimbulkannya selalu ada.
Dalam kasus ini, semangat yang ia dapatkan juga membuatnya ketakutan, itulah efek sampingnya.
Dalam kasus ini, semangat yang ia dapatkan juga membuatnya ketakutan, itulah efek sampingnya.
Saya tidak ingin lagi memberinya obat, saya
berfikir saya cukup menyediakannya ranjang, selimut, atau apapun yang
membuatnya merasa sedikit lebih baik saat kemelut hidup menghimpitnya.
Dan pagi-pagi sekali itu pun saya diingatkan
tentang waktu, tentang tanggung jawab, tentang harapan-harapan, tentang
kehidupan-kehidupan di masa mendatang.
Saya diingatkan saya sedang memikul amanah tapi saya juga merupakan amanah yang dititipkan Allah melalui orang tua saya. Lalu, diamanahi atau mengamanahi haruslah ditangani dengan sebaik-baiknya tindakan.
Saya diingatkan saya sedang memikul amanah tapi saya juga merupakan amanah yang dititipkan Allah melalui orang tua saya. Lalu, diamanahi atau mengamanahi haruslah ditangani dengan sebaik-baiknya tindakan.
Saya membenarkan bahwa pendidikan formal
merupakan salah satu akses yang dapat menciptakan rangka berfikir apa yang
disebut manusia intelek. Saya juga mendukung adanya program 12 tahun wajib
belajar yang sedang dijalankan oleh menteri pendidikan. Namun semakin kesini,
saya semakin mengiyakan bahwa gelar tinggi pendidikan hanya untuk
mendapatkan kedudukan di bursa kerja yang semakin bersaing, dimana kehidupan
masyarakat dengan strata sosial diatas menduduki posisi yang tinggi, strata
sosial menengah mayoritas menjadi aktor yang memutar roda kehidupan, dan
masyarakat dengan strata sosial kebawah hanya berkubang saja bahkan terjerembab
di tempat dimana mereka tumbuh.
Tuntutan yang saya rasakan pun mengharuskan
saya melipat makna pendidikan dalam figur keilmuan dan pengabdian. Tuntutan
kehidupan di masa mendatang yang membuat saya berfikir untuk harus mampu
bertahan dan harus berkembang agar tetap hidup.
Saya bukan tidak ingin segera menyelesaikan
apa yang semestinya memang harus segera diselesaikan. Saya merasa belum
memiliki cukup pengalaman apalagi untuk menuju dunia kerja. Badai perasaan yang
dialami sahabat saya tadi juga sedang melanda diri saya. Tugas akhir ini tidak
hanya menjadi semangat namun juga menjadi ketakutan diantara hari-hari akhir
penghabisan.
Semoga saya lulus tepat waktu dengan ilmu yang
saya dapatkan dan barokah bermanfaat untuk semesta. Aamiin
@dinanurhayatii
0 komentar:
Posting Komentar